Joko-T.ling09
Ahlan Wa Sahlan
Minggu, 14 Maret 2010
KEPUTUSAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP NOMOR 112 TAHUN 2003
MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP
NOMOR 112 TAHUN 2003
TENTANG
BAKU MUTU AIR LIMBAH DOMESTIK
MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP,
Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 21 ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 82 Tahun 2001 tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air, maka dipandang perlu menetapkan Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup tentang Baku Mutu Air Limbah Domestik;
Mengingat : 1. Undang-undang Nomor 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup
(Lembaran Negara Tahun 1997 Nomor 68, Tambahan Lembaran Negara Nomor
3699);
2. Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran
Negara Tahun 1999 Nomor 60, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3839);
3. Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 1999 tentang Analisis Mengenai Dampak
Lingkungan Hidup (Lembaran Negara Tahun 1999 Nomor 59, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3838);
4.Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 2000 tentang Kewenangan Pemerintah dan
Kewenangan Provinsi Sebagai Daerah Otonom (Lembaran Negara Tahun 2000
Nomor 54, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3952);
5.Peraturan Pemerintah Nomor 82 Tahun 2001 tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air (Lembaran Negara Tahun 2001 Nomor 153,
Tambahan Lembaran Negara Nomor 4161);
6. Keputusan Presiden Nomor 2 Tahun 2002 tentang Perubahan Atas Keputusan Presiden Nomor 101 Tahun 2001 tentang Kedudukan, Tugas, Fungsi, Kewenangan, Susunan Organisasi, Dan Tata Kerja Menteri Negara;
M E M U T U S K A N :
Menetapkan : KEPUTUSAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP TENTANG BAKU MUTU AIR LIMBAH DOMESTIK.
Pasal 1
Dalam Keputusan ini yang dimaksud dengan :
1. Air limbah domestik adalah air limbah yang berasal dari usaha dan atau kegiatan permukiman (real estate), rumah makan (restauran), perkantoran, perniagaan, apartemen dan asrama;
2. Baku mutu air limbah domestik adalah ukuran batas atau kadar unsur pencemar dan atau jumlah unsur pencemar yang ditenggang keberadaannya dalam air limbah domestik yang akan dibuang atau dilepas ke air permukaan;
3. Pengolahan air limbah domestik terpadu adalah sistem pengolahan air limbah yang dilakukan secara bersama-sama (kolektif) sebelum dibuang ke air permukaan;
4. Menteri adalah Menteri yang ditugasi untuk mengelola lingkungan hidup dan pengendalian dampak lingkungan.
Pasal 2
(1) Baku mutu air limbah domestik berlaku bagi usaha dan atau kegiatan permukiman (real estate), rumah makan (restauran), perkantoran, perniagaan dan apartemen.
(2) Baku mutu air limbah domestik sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) berlaku untuk pengolahan air limbah domestik terpadu.
Pasal 3
Baku mutu air limbah domestik adalah sebagaimana tercantum dalam lampiran Keputusan ini.
Pasal 4
Baku mutu air limbah domestik dalam keputusan ini berlaku bagi :
a. semua kawasan permukiman (real estate), kawasan perkantoran, kawasan perniagaan, dan
apartemen;
b. rumah makan (restauran) yang luas bangunannya lebih dari 1000 meter persegi; dan
c. asrama yang berpenghuni 100 (seratus) orang atau lebih.
Pasal 5
Baku mutu air limbah domestik untuk perumahan yang diolah secara individu akan ditentukan kemudian.
Pasal 6
(1) Baku mutu air limbah domestik daerah ditetapkan dengan Peraturan Daerah Provinsi dengan ketentuan sama atau lebih ketat dari ketentuan sebagaimana tersebut dalam Lampiran Keputusan ini.
(2) Apabila baku mutu air limbah domestik daerah sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) belum ditetapkan, maka berlaku baku mutu air limbah domestik sebagaimana tersebut dalam Lampiran Keputusan ini.
Pasal 7
Apabila hasil kajian Analisis Mengenai Dampak Lingkungan Hidup atau hasil kajian Upaya Pengelolaan Lingkungan dan Upaya Pemantauan Lingkungan dari usaha dan atau kegiatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 mensyaratkan baku mutu air limbah domestik lebih ketat, maka diberlakukan baku mutu air limbah domestik sebagaimana yang dipersyaratkan oleh Analisis Mengenai Dampak Lingkungan Hidup atau Upaya Pengelolaan Lingkungan dan Upaya Pemantauan Lingkungan .
Pasal 8
Setiap penanggung jawab usaha dan atau kegiatan permukiman (real estate), rumah makan (restauran), perkantoran, perniagaan dan apartemen wajib :
a. melakukan pengolahan air limbah domestik sehingga mutu air limbah domestik yang dibuang ke lingkungan tidak melampaui baku mutu air limbah domestik yang telah ditetapkan;
b. membuat saluran pembuangan air limbah domestik tertutup dan kedap air sehingga tidak terjadi perembesan air limbah ke lingkungan.
c. membuat sarana pengambilan sample pada outlet unit pengolahan air limbah.
Pasal 9
(1) Pengolahan air limbah domestik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 dapat dilakukan secara bersama-sama (kolektif) melalui pengolahan limbah domestik terpadu.
(2) Pengolahan air limbah domestik terpadu harus memenuhi baku mutu limbah domestik yang berlaku
Pasal 10
(1) Pengolahan air limbah domestik terpadu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 menjadi tanggung jawab pengelola.
(2) Apabila pengolahan air limbah domestik sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) tidak menunjuk pengelola tertentu, maka tanggung jawab pengolahannya berada pada masing-masing penanggung jawab kegiatan
Pasal 11
Bupati/Walikota wajib mencantumkan persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 dalam izin pembuangan air limbah domestik bagi usaha dan atau kegiatan permukiman (real estate), rumah makan (restauran), perkantoran, perniagaan, apartemen dan asrama.
Pasal 12
Menteri meninjau kembali baku mutu air limbah domestik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 secara berkala sekurang-kurangnya sekali dalam 5 (lima) tahun.
Pasal 13
Apabila baku mutu air limbah domestik daerah telah ditetapkan sebelum keputusan ini :
a. lebih ketat atau sama dengan baku mutu air limbah sebagaimana dimaksud dalam Lampiran Keputusan ini, maka baku mutu air limbah domestik tersebut tetap berlaku;
b. lebih longgar dari baku mutu air limbah sebagaimana dimaksud dalam Lampiran Keputusan ini, maka baku mutu air limbah domestik tersebut wajib disesuaikan dengan Keputusan ini selambatlambatnya 1 (satu) tahun setelah ditetapkannya Keputusan ini.
Pasal 14
Pada saat berlakunya Keputusan ini semua peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan baku mutu air limbah domestik bagi usaha dan atau kegiatan permukiman (real estate), rumah makan (restauran), perkantoran, perniagaan, apartemen dan asrama yang telah ada, tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan dengan Keputusan ini.
Pasal 15
Keputusan ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan.
Ditetapkan di: Jakarta
pada tanggal : 10 Juli 2003
Menteri Negara
Lingkungan Hidup,
ttd
Nabiel Makarim, MPA, MSM
Salinan sesuai dengan aslinya
Deputi MENLH Bidang Kebijakan
Dan Kelembagaan Lingkungan Hidup,
Hoetomo, MPA.
Lampiran
Keputusan Menteri Negara
Lingkungan Hidup,
Nomor : 112 Tahun 2003
Tanggal : 10 Juli 2003
Menteri Negara
Lingkungan Hidup,
ttd
Nabiel Makarim,MPA,MSM.
Salinan sesuai dengan aslinya
Deputi MENLH Bidang Kebijakan
Dan Kelembagaan Lingkungan Hidup,
Hoetomo, MPA.
Sumber :
http://www.scribd.com/doc/6421031/kepmenlhl1122003-baku-mutu-air-limbah
Sabtu, 13 Maret 2010
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 82 Tahun 2001
NOMOR 82 TAHUN 2001
TENTANG
PENGELOLAAN KUALITAS AIR DAN PENGENDALIAN PENCEMARAN AIR
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
Menimbang : a. bahwa air merupakan salah satu sumber daya alam yang memiliki fungsi sangat penting bagi kehidupan dan perikehidupan manusia, serta untuk memajukan kesejahteraan umum, sehingga merupakan modal dasar dan faktor utama pembangunan;
b. bahwa air merupakan komponen lingkungan hidup yang penting bagi
kelangsungan hidup dan kehidupan manusia dan makhluk hidup
c. bahwa untuk melestarikan fungsi air perlu dilakukan pengelolaan kualitas air dan pengendalian pencemaran air secara bijaksana dengan memperhatikan kepentingan generasi sekarang dan mendatang serta keseimbangan ekologis;
d. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b, dan huruf c serta untuk melaksanakan ketentuan Pasal 14 ayat (2) Undang-undang Nomor 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup, perlu menetapkan Peraturan Pemerintah tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air; Mengingat : 1. Pasal 5 ayat (2) Undang-Undang Dasar 1945 sebagaimana telah diubah dengan Perubahan Ketiga Undang-Undang Dasar 1945;
Mengingat :1.Pasal 5 ayat (2) Undang-Undang Dasar 1945 sebagaimana telah diubah dengan Perubahan Ketiga Undang-Undang Dasar 1945;
2. Undang-undang Nomor 11 Tahun 1974 tentang Pengairan (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 1974 Nomor 65, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3046);
3.Undang-undang Nomor 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1997 Nomor 68, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3699);
4. Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 60,Tambahan Lembaran Negara Nomor 3839);
MEMUTUSKAN :
Menetapkan : PERATURAN PEMERINTAH TENTANG PENGELOLAAN KUALITAS AIR DAN PENGENDALIAN PENCEMARAN AIR.
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan :
1. Air adalah semua air yang terdapat di atas dan di bawah permukaan tanah, kecuali air laut dan air fosil;
2. Sumber air adalah wadah air yang terdapat di atas dan di bawah permukaan tanah,
termasuk dalam pengertian ini akuifer, mata air, sungai, rawa, danau,situ,waduk,dan
muara;
3. Pengelolaan kualitas air adalah upaya pemeliharaan air sehingga tercapai kualitas air yang diinginkan sesuai peruntukannya untuk menjamin agar kualitas air tetap dalam kondisi alamiahnya;
4. Pengendalian pencemaran air adalah upaya pencegahan dan penanggulangan
pencemaran air serta pemulihan kualitas air untuk menjamin kualitas air agar sesuai dengan baku mutu air;
5. Mutu air adalah kondisi kualitas air yang diukur dan atau diuji berdasarkan parameterparameter tertentu dan metoda tertentu berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku;
6. Kelas air adalah peringkat kualitas air yang dinilai masih layak untuk dimanfaatkan bagi peruntukan tertentu;
7. Kriteria mutu air adalah tolok ukur mutu air untuk setiap kelas air;
8. Rencana pendayagunaan air adalah rencana yang memuat potensi pemanfaatan atau penggunaan air, pencadangan air berdasarkan ketersediaannya, baik kualitas maupun kuantitas-nya, dan atau fungsi ekologis;
9. Baku mutu air adalah ukuran batas atau kadar makhluk hidup, zat, energi, atau komponen yang ada atau harus ada dan atau unsur pencemar yang ditenggang keberadaannya di dalam air;
10. Status mutu air adalah tingkat kondisi mutu air yang menunjukkan kondisi cemar atau kondisi baik pada suatu sumber air dalam waktu tertentu dengan membandingkan dengan baku mutu air yang ditetapkan;
11. Pencemaran air adalah masuknya atau dimasukkannya makhluk hidup, zat, energi dan atau komponen lain ke dalam air oleh kegiatan manusia, sehingga kualitas air turun sampai ke tingkat tertentu yang menyebabkan air tidak dapat berfungsi sesuai dengan peruntukannya;
12. Beban pencemaran adalah jumlah suatu unsur pencemar yang terkandung dalam air atau air limbah;
13. Daya tampung beban pencemaran adalah kemampuan air pada suatu sumber air, untuk menerima masukan beban pencemaran tanpa mengakibatkan air tersebut menjadi cemar;
14. Air limbah adalah sisa dari suatu hasil usaha dan atau kegiatan yang berwujud cair;
15. Baku mutu air limbah adalah ukuran batas atau kadar unsur pencemar dan atau jumlah unsur pencemar yang ditenggang keberadaannya dalam air limbah yang akan dibuang atau dilepas ke dalam sumber air dari suatu usaha dan atau kegiatan;
16. Pemerintah adalah Presiden beserta para menteri dan Ketua/ Kepala Lembaga Pemerintah Nondepartemen;
17. Orang adalah orang perseorangan, dan atau kelompok orang, dan atau badan hukum;
18. Menteri adalah menteri yang ditugasi untuk mengelola lingkungan hidup dan pengendalian dampak lingkungan.
Pasal 2
(1) Pengelolaan kualitas air dan pengendalian pencemaran air diselenggarakan secara terpadu dengan pendekatan ekosistem.
(2) Keterpaduan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilakukan pada tahap perencanaan, pelaksanaan, pengawasan, dan evaluasi.
Pasal 3
Penyelenggaraan pengelolaan kualitas air dan pengendalian pencemaran air sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2, dapat dilaksanakan oleh pihak ketiga berdasarkan peraturan perundang-undangan.
Pasal 4
(1) Pengelolaan kualitas air dilakukan untuk menjamin kualitas air yang diinginkan sesuai peruntukannya agar tetap dalam kondisi alamiahnya.
(2) Pengendalian pencemaran air dilakukan untuk menjamin kualitas air agar sesuai dengan baku mutu air melalui upaya pencegahan dan penanggulangan pencemaran air serta pemulihan kualitas air.
(3) Upaya pengelolaan kualitas air sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilakukan pada :
a. sumber air yang terdapat di dalam hutan lindung;
b. mata air yang terdapat di luar hutan lindung; dan
c. akuifer air tanah dalam.
(4) Upaya pengendalian pencemaran air sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) dilakukan di luar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (3).
(5) Ketentuan mengenai pemeliharaan kualitas air sebagaimana dimaksud dalam ayat
(3) huruf c ditetapkan dengan peraturan perundang-undangan.
BAB II
PENGELOLAAN KUALITAS AIR
Bagian Pertama
Wewenang
Pasal 5
(1) Pemerintah melakukan pengelolaan kualitas air lintas propinsi dan atau lintas batas negara.
(2) Pemerintah Propinsi mengkoordinasikan pengelolaan kualitas air lintas Kabupaten/Kota.
(3) Pemerintah Kabupaten/Kota melakukan pengelolaan kualitas air di Kabupaten/Kota.
Pasal 6
Pemerintah dalam melakukan pengelolaan kualitas air sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (1) dapat menugaskan Pemerintah Propinsi atau Pemerintah Kabupaten/Kota yang bersangkutan.
Bagian Kedua
Pendayagunaan Air
Pasal 7
(1) Pemerintah dan Pemerintah Propinsi, Pemerintah Kabupaten/ Kota menyusun rencana pendayagunaan air.
(2) Dalam merencanakan pendayagunaan air sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) wajib memperhatikan fungsi ekonomis dan fungsi ekologis, nilai-nilai agama serta adat istiadat yang hidup dalam masyarakat setempat.
(3) Rencana pendayagunaan air sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) meliputi potensi
pemanfaatan atau penggunaan air, pencadangan air berdasarkan ketersediaannya, baik kualitas maupun kuantitas dan atau fungsi ekologis.
Bagian Ketiga
Klasifikasi dan Kriteria Mutu Air
Pasal 8
(1) Klasifikasi mutu air ditetapkan menjadi 4 (empat) kelas :
a. Kelas satu, air yang peruntukannya dapat digunakan untuk air baku air minum, dan atau peruntukan lain yang memper-syaratkan mutu air yang sama dengan kegunaan tersebut
b. Kelas dua, air yang peruntukannya dapat digunakan untuk prasarana/sarana rekreasi air, pembudidayaan ikan air tawar, peternakan, air untuk mengairi pertanaman, dan atau peruntukan lain yang mempersyaratkan mutu air yang sama dengan kegunaan tersebut;
c. Kelas tiga, air yang peruntukannya dapat digunakan untuk pembudidayaan ikan air
tawar, peternakan, air untuk mengairi pertanaman, dan atau peruntukan lain yang
mempersyaratkan mutu air yang sama dengan kegunaan tersebut;
d. Kelas empat, air yang peruntukannya dapat digunakan untuk mengairi pertanaman dan atau peruntukan lain yang mempersyaratkan mutu air yang sama dengan kegunaan tersebut.
(2) Kriteria mutu air dari setiap kelas air sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) tercantum dalam Lampiran Peraturan Pemerintah ini.
Pasal 9
(1) Penetapan kelas air sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 pada :
a. sumber air yang berada dalam dua atau lebih wilayah Propinsi dan atau merupakan
lintas batas wilayah negara ditetapkan dengan Keputusan Presiden.
b. sumber air yang berada dalam dua atau lebih wilayah Kabupaten/Kota dapat diatur
dengan Peraturan Daerah Propinsi.
c. sumber air yang berada dalam wilayah Kabupaten/Kota ditetapkan dengan Peraturan Daerah Kabupaten/Kota .
(2) Penetapan kelas air sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diajukan berdasarkan pada hasil pengkajian yang dilakukan oleh Pemerintah, Pemerintah Propinsi, dan atau Pemerintah Kabupaten/Kota berdasarkan wewenangnya sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
(3) Pemerintah dapat menugaskan Pemerintah Propinsi yang bersangkutan untuk melakukan pengkajian sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf a.
(4) Pedoman pengkajian untuk menetapkan kelas air sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) ditetapkan oleh Menteri.
Bagian Keempat
Baku Mutu Air, Pemantauan Kualitas Air,
Dan Status Mutu Air
Pasal 10
Baku mutu air ditetapkan berdasarkan hasil pengkajian kelas air dan kriteria mutu air
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 dan Pasal 9.
Pasal 11
(1) Pemerintah dapat menetapkan baku mutu air yang lebih ketat dan atau penambahan parameter pada air yang lintas Propinsi dan atau lintas batas negara, serta sumber air yang pengelolaannya di bawah kewenangan Pemerintah.
(2) Baku mutu air sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) ditetapkan dengan Keputusan Menteri dengan memperhatikan saran masukan dari instansi terkait.
Pasal 12
(1) Pemerintah Propinsi dapat menetapkan :
a. baku mutu air lebih ketat dari kriteria mutu air untuk kelas yang ditetapkan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1); dan atau
b. tambahan parameter dari yang ada dalam kriteria mutu air sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 8 ayat (2).
(2) Baku mutu air sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) ditetapkan dengan Peraturan
Daerah Propinsi.
(3) Pedoman penetapan baku mutu air dan penambahan parameter baku mutu air
Sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) ditetapkan dengan Keputusan Menteri.
Pasal 13
(1) Pemantauan kualitas air pada :
a. sumber air yang berada dalam wilayah Kabupaten/Kota dilaksanakan oleh Pemerintah Kabupaten/Kota;
b. sumber air yang berada dalam dua atau lebih daerah Kabupaten/Kota dalam satu
propinsi dikoordinasikan oleh Pemerintah Propinsi dan dilaksanakan oleh masing masing Pemerintah Kabupaten/Kota;
c. sumber air yang berada dalam dua atau lebih daerah propinsi dan atau sumber air yang merupakan lintas batas negara kewenangan pemantauannya berada pada Pemerintah.
(2) Pemerintah dapat menugaskan Pemerintah Propinsi yang bersangkutan untuk melakukan pemantauan kualitas air pada sumber air sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf c.
(3) Pemantauan kualitas air sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilakukan sekurangkurangnya 6 (enam) bulan sekali.
(4) Hasil pemantauan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf a dan huruf b, disampaikan kepada Menteri.
(5) Mekanisme dan prosedur pemantauan kualitas air ditetapkan lebih lanjut dengan Keputusan Menteri.
Pasal 14
(1) Status mutu air ditetapkan untuk menyatakan :
a. kondisi cemar, apabila mutu air tidak memenuhi baku mutu air;
b. kondisi baik, apabila mutu air memenuhi baku mutu air.
(2) Ketentuan mengenai tingkatan cemar dan tingkatan baik status mutu air sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan pedoman penentuan status mutu air ditetapkan lebih lanjut dengan Keputusan Menteri.
Pasal 15
(1) Dalam hal status mutu air menunjukkan kondisi cemar, maka Pemerintah dan Pemerintah Propinsi, Pemerintah Kabupaten/ Kota sesuai dengan kewenangan masing-masing melakukan upaya penanggulangan pencemaran dan pemulihan kualitas air dengan menetapkan mutu air sasaran.
(2) Dalam hal status mutu air menunjukkan kondisi baik, maka Pemerintah dan Pemerintah Propinsi, Pemerintah Kabupaten/ Kota sesuai dengan kewenangan masing-masing mempertahan-kan dan atau meningkatkan kualitas air.
Pasal 16
(1) Gubernur menunjuk laboratorium lingkungan yang telah diakreditasi untuk melakukan analisis mutu air dan mutu air limbah dalam rangka pengendalian pencemaran air.
(2) Dalam hal Gubernur belum menunjuk laboratorium sebagai-mana dimaksud dalam ayat (1), maka analisis mutu air dan mutu air limbah dilakukan oleh laboratorium yang ditunjuk Menteri.
Pasal 17
(1) Dalam hal terjadi perbedaan hasil analisis mutu air atau mutu air limbah dari dua atau lebih laboratorium maka dilakukan verifikasi ilmiah terhadap analisis yang dilakukan.
(2) Verifikasi ilmiah sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilakukan oleh Menteri dengan menggunakan laboratorium rujukan nasional.
BAB III
PENGENDALIAN PENCEMARAN AIR
Bagian Pertama
Wewenang
Pasal 18
(1) Pemerintah melakukan pengendalian pencemaran air pada sumber air yang lintas Propinsi dan atau lintas batas negara.
(2) Pemerintah Propinsi melakukan pengendalian pencemaan air pada sumber air yang lintas Kabupaten/Kota.
(3) Pemerintah Kabupaten/Kota melakukan pengendalian pence-maran air pada sumber air yang berada pada Kabupaten/Kota.
Pasal 19
Pemerintah dalam melakukan pengendalian pencemaran air sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 ayat (1) dapat menugaskan Pemerintah Propinsi atau Pemerintah Kabupaten/Kota yang bersangkutan.
Pasal 20
Pemerintah dan Pemerintah Propinsi, Pemerintah Kabupaten/Kota sesuai dengan kewenangan masing-masing dalam rangka pengendalian pencemaran air pada sumber air berwenang :
a. menetapkan daya tampung beban pencemaran;
b. melakukan inventarisasi dan identifikasi sumber pencemar;
c. menetapkan persyaratan air limbah untuk aplikasi pada tanah;
d. menetapkan persyaratan pembuangan air limbah ke air atau sumber air;
e. memantau kualitas air pada sumber air; dan
f. memantau faktor lain yang menyebabkan perubahan mutu air.
Pasal 21
(1) Baku mutu air limbah nasional ditetapkan dengan Keputusan Menteri dengan
memperhatikan saran masukan dari instansi terkait.
(2) Baku mutu air limbah daerah ditetapkan dengan Peraturan Daerah Propinsi dengan ketentuan sama atau lebih ketat dari baku mutu air limbah nasional sebagaimana dimaksud dalam ayat (1).
(3) Hasil inventarisasi dan identifikasi sumber pencemar sebagai-mana dimaksud dalam Pasal 20 huruf b, yang dilakukan oleh Pemerintah Propinsi, Pemerintah Kabupaten/Kota disampaikan kepada Menteri secara berkala sekurang-kurangnya 1 (satu) tahun sekali.
(4) Pedoman inventarisasi ditetapkan dengan Keputusan Menteri.
Pasal 22
Berdasarkan hasil inventarisasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 ayat (3), Menteri menetapkan kebijakan nasional pengendalian pencemaran air.
Pasal 23
(1) Dalam rangka upaya pengendalian pencemaran air ditetapkan daya tampung beban pencemaran air pada sumber air.
(6) (2) Penetapan daya tampung beban pencemaran sebagaimana dimaksud dalam ayat (1 )dilakukan secara berkala sekurang-kurangnya 5 (lima) tahun sekali.
(7) (3) Daya tampung beban pencemaran sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dipergunakan untuk :
a. pemberian izin lokasi;
b. pengelolaan air dan sumber air;
c. penetapan rencana tata ruang;
d. pemberian izin pembuangan air limbah;
e. penetapan mutu air sasaran dan program kerja pengendalian pencemaran air.
(8) (4) Pedoman penetapan daya tampung beban pencemaran sebagai-mana dimaksud dalam ayat (2) ditetapkan dengan Keputusan Menteri.
Bagian Kedua
Retribusi Pembuangan Air Limbah
Pasal 24
(1) Setiap orang yang membuang air limbah ke prasarana dan atau sarana pengelolaan air limbah yang disediakan oleh Pemerintah Kabupaten/Kota dikenakan retribusi.
(2) Retribusi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) ditetapkan dengan Peraturan Daerah Kabupaten/Kota.
Bagian Ketiga
Penanggulangan Darurat
Pasal 25
Setiap usaha dan atau kegiatan wajib membuat rencana penang-gulangan pencemaran air pada
keadaan darurat dan atau keadaan yang tidak terduga lainnya.
Pasal 26
Dalam hal terjadi keadaan darurat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25, maka penanggung
jawab usaha dan atau kegiatan wajib melakukan penanggulangan dan pemulihan.
BAB IV
PELAPORAN
Pasal 27
(1) Setiap orang yang menduga atau mengetahui terjadinya pencemaran air, wajib melaporkan kepada Pejabat yang berwenang.
- 9 –
(2) Pejabat yang berwenang yang menerima laporan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) wajib mencatat :
a. tanggal pelaporan;
b. waktu dan tempat;
c. peristiwa yang terjadi;
d. sumber penyebab;
e. perkiraan dampak.
(3) Pejabat yang berwenang yang menerima laporan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)
dalam jangka waktu selambat-lambatnya 3 (tiga) hari terhitung sejak tanggal diterimanya
laporan, wajib meneruskannya kepada Bupati/Walikota/ Menteri.
(4) Bupati/Walikota/Menteri sebagaimana dimaksud dalam ayat (3) wajib segera melakukan
verifikasi untuk mengetahui tentang kebenaran terjadinya pelanggaran terhadap
pengelolaan kualitas air dan atau terjadinya pencemaran air
(5) Apabila hasil verifikasi sebagaimana dimaksud dalam ayat (4) menunjukkan telah terjadinya
pelanggaran, maka Bupati/ Walikota/Menteri wajib memerintahkan penanggung jawab
usaha dan atau kegiatan untuk menanggulangi pelanggaran dan atau pencemaran air serta dampaknya.
Pasal 28
Dalam hal penanggung jawab usaha dan atau kegiatan tidak melakukan tindakan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 26 dan Pasal 27 ayat (5) Bupati/Walikota/Menteri dapat melaksanakan
atau menugaskan pihak ketiga untuk melaksanakannya atas beban biaya penanggung jawab
usaha dan atau kegiatan yang bersangkutan.
Pasal 29
Setiap penanggung jawab usaha dan atau kegiatan atau pihak ketiga yang ditunjuk untuk
melakukan penanggulangan pencemaran air dan pemulihan kualitas air, wajib menyampaikan
laporannya kepada Bupati/Walikota/Menteri.
BAB V
HAK DAN KEWAJIBAN
Bagian Pertama Hak
Pasal 30
(1) Setiap orang mempunyai hak yang sama atas kualitas air yang baik.
(2) Setiap orang mempunyai hak yang sama untuk mendapatkan informasi mengenai status mutu air dan pengelolaan kualitas air serta pengendalian pencemaran air.
(3) Setiap orang mempunyai hak untuk berperan serta dalam rangka pengelolaan kualitas air dan pengendalian pencemaran air sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku.
- 10 –
Bagian Kedua
Kewajiban
Pasal 31
Setiap orang wajib :
a. melestarikan kualitas air pada sumber air sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (3)
b. mengendalikan pencemaran air pada sumber air sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4
ayat (4).
Pasal 32
Setiap orang yang melakukan usaha dan atau kegiatan berkewajiban memberikan informasi
yang benar dan akurat mengenai pelaksanaan kewajiban pengelolaan kualitas air dan
pengendalian pencemaran air.
Pasal 33
Pemerintah dan Pemerintah Propinsi, Pemerintah Kabupaten/Kota wajib memberikan informasi
kepada masyarakat mengenai pengelolaan kualitas air dan pengendalian pencemaran air.
Pasal 34
(1) Setiap penanggung jawab usaha dan atau kegiatan wajib menyampaikan laporan tentang penaatan persyaratan izin aplikasi air limbah pada tanah.
(2) Setiap penanggung jawab usaha dan atau kegitan wajib menyampaikan laporan tentang penaatan persyaratan izin pembuangan air limbah ke air atau sumber air.
(3) Laporan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan ayat (2) wajib disampaikan sekurangkurangnya sekali dalam 3 (tiga) bulan kepada Bupati/Walikota dengan tembusan disampaikan kepada Menteri.
(4) Ketentuan mengenai pedoman pelaporan sebagaimana dimaksud dalam ayat (3) ditetapkan lebih lanjut dengan Keputusan Menteri.
BAB VI
PERSYARATAN PEMANFAATAN DAN
PEMBUANGAN AIR LIMBAH
Bagian Pertama
Pemanfaatan Air Limbah
Pasal 35
(1) Setiap usaha dan atau kegiatan yang akan memanfaatkan air limbah ke tanah untuk aplikasi pada tanah wajib mendapat izin tertulis dari Bupati/Walikota.
(2) Permohonan izin sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) didasar-kan pada hasil kajian Analisis Mengenai Dampak Lingkungan atau kajian Upaya Pengelolaan Lingkungan dan Upaya Pemantauan Lingkungan.
(3) Ketentuan mengenai syarat, tata cara perizinan ditetapkan oleh Bupati/Walikota dengan memperhatian pedoman yang ditetap-kan oleh Menteri.
Pasal 36
(1) Pemrakarsa melakukan kajian mengenai pemanfaatan air limbah ke tanah untuk aplikasi pada tanah.
(2) Hasil kajian sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) meliputi sekurang-kurangnya :
a. pengaruh terhadap pembudidayaan ikan, hewan, dan tanaman;
b. pengaruh terhadap kualitas tanah dan air tanah; dan
c. pengaruh terhadap kesehatan masyarakat.
(3) Berdasarkan hasil kajian sebagaimana dimaksud dalam ayat (2), pemrakarsa mengajukan permohonan izin kepada Bupati/ Walikota.
(4) Bupati/Walikota melakukan evaluasi terhadap hasil kajian yang diajukan oleh pemrakarsa sebagaimana dimaksud dalam ayat (3).
(5) Apabila berdasarkan hasil evaluasi sebagaimana dimaksud dalam ayat (4) menunjukkan bahwa pemanfaatan air limbah ke tanah untuk aplikasi pada tanah layak lingkungan, maka Bupati/ Walikota menerbitkan izin pemanfaatan air limbah.
(6) Penerbitan izin pemanfaatan air limbah sebagaimana dimaksud dalam ayat (5) diterbitkan dalam jangka waktu selambat-lambatnya 90 (sembilan puluh) hari kerja terhitung sejak tanggal diterimanya permohonan izin.
(7) Pedoman pengkajian sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) ditetapkan lebih lanjut dengan Keputusan Menteri.
Bagian Kedua
Pembuangan Air Limbah
Pasal 37
Setiap penanggung jawab usaha dan atau kegiatan yang membuang air limbah ke air atau
sumber air wajib mencegah dan menang-gulangi terjadinya pencemaran air.
Pasal 38
(1) Setiap penanggung jawab usaha dan atau kegiatan yang membuang air limbah ke air atau
sumber air wajib mentaati persyaratan yang ditetapkan dalam izin.
(2) Dalam persyaratan izin pembuangan air limbah sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) wajib dicantumkan :
a. kewajiban untuk mengolah limbah;
b. persyaratan mutu dan kuantitas air limbah yang boleh dibuang ke media lingkungan;
c. persyaratan cara pembuangan air limbah;
d. persyaratan untuk mengadakan sarana dan prosedur penanggulangan keadaan darurat;
e. persyaratan untuk melakukan pemantauan mutu dan debit air limbah ;
f. persyaratan lain yang ditentukan oleh hasil pemeriksaan analisis mengenai dampak
lingkungan yang erat kaitannya dengan pengendalian pencemaran air bagi usaha dan
atau kegiatan yang wajib melaksanakan analisis mengenai dampak lingkungan;
g. larangan pembuangan secara sekaligus dalam satu saat atau pelepasan dadakan;
h. larangan untuk melakukan pengenceran air limbah dalam upaya penaatan batas kadar yang dipersyaratkan;
i. kewajiban melakukan swapantau dan kewajiban untuk melaporkan hasil swapantau.
(3) Dalam penetapan persyaratan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) bagi air limbah yang mengandung radioaktif, Bupati/ Walikota wajib mendapat rekomendasi tertulis dari lembaga pemerintah yang bertanggung jawab di bidang tenaga atom.
Pasal 39
(1) Bupati/Walikota dalam menentukan baku mutu air limbah yang diizinkan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 38 ayat (2) didasarkan pada daya tampung beban pencemaran pada sumber air.
(2) Dalam hal daya tampung beban pencemaran sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) belum dapat ditentukan, maka batas mutu air limbah yang diizinkan ditetapkan berdasarkan baku mutu air limbah nasional sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 ayat (1).
Pasal 40
(1) Setiap usaha dan atau kegiatan yang akan membuang air limbah ke air atau sumber air wajib mendapat izin tertulis dari Bupati/Walikota.
(2) Permohonan izin sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) didasarkan pada hasil kajian Analisis Mengenai Dampak Lingkungan atau kajian Upaya Pengelolaan Lingkungan dan Upaya Pemantauan Lingkungan.
Pasal 41
(1) Pemrakarsa melakukan kajian mengenai pembuangan air limbah ke air atau sumber air.
(2) Hasil kajian sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) meliputi sekurang-kurangnya :
a. pengaruh terhadap pembudidayaan ikan, hewan, dan tanaman;
b. pengaruh terhadap kualitas tanah dan air tanah; dan
c. pengaruh terhadap kesehatan masyarakat.
(3) Berdasarkan hasil kajian sebagaimana dimaksud dalam ayat (2), pemrakarsa mengajukan permohonan izin kepada Bupati/ Walikota.
(4) Bupati/Walikota melakukan evaluasi terhadap hasil kajian yang diajukan oleh pemrakarsa sebagaimana dimaksud dalam ayat (3).
(5) Apabila berdasarkan hasil evaluasi sebagaimana dimaksud dalam ayat (4) menunjukkan bahwa pembuangan air limbah ke air atau sumber air layak lingkungan, maka Bupati/Walikota menerbitkan izin pembuangan air limbah.
(6) Penerbitan izin pembuangan air limbah sebagaimana dimaksud dalam ayat (5) diterbitkan dalam jangka waktu selambat-lambatnya 90 (sembilan puluh) hari kerja terhitung sejak tanggal diterimanya permohonan izin.
(7) Ketentuan mengenai syarat dan tata cara perizinan pembuangan air limbah ditetapkan oleh Bupati/Walikota dengan memper-hatikan pedoman yang ditetapkan Menteri.
(8) Pedoman kajian pembuangan air limbah sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) ditetapkan lebih lanjut dengan Keputusan Menteri.
Pasal 42
Setiap orang dilarang membuang limbah padat dan atau gas ke dalam air dan atau sumber air.
BAB VII
PEMBINAAN DAN PENGAWASAN
Bagian Pertama
Pembinaan
Pasal 43
(1) Pemerintah, pemerintah Propinsi, Pemerintah Kabupaten/Kota melakukan pembinaan untuk meningkatkan ketaatan penanggung jawab usaha dan atau kegiatan dalam pengelolaan kualitas air dan pengendalian pencemaran air.
(2) Pembinaan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) meliputi :
a. pemberian penyuluhan mengenai peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan pengelolaan lingkungan hidup;
b. penerapan kebijakan insentif dan atau disinsentif.
(3) Pemerintah, pemerintah Propinsi, Pemerintah Kabupaten/Kota melakukan upaya pengelolaan dan atau pembinaan pengelolaan air limbah rumah tangga.
(4) Upaya pengelolaan air limbah rumah tangga sebagaimana dimaksud dalam ayat (3) dapat dilakukan oleh pemerintah Propinsi, pemerintah Kabupaten/Kota dengan membangun sarana dan prasarana pengelolaan limbah rumah tangga terpadu.
(5) Pembangunan sarana dan prasasara sebagaimana dimaksud dalam ayat (4) dapat dilakukan melalui kerja sama dengan pihak ketiga sesuai dengan peraturan perundangundangan yang berlaku.
Bagian Kedua
Pengawasan
Pasal 44
(1) Bupati/Walikota wajib melakukan pengawasan terhadap penaatan persyaratan yang tercantum dalam izin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 38 ayat (2).
(2) Pelaksanaan pengawasan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilakukan oleh pejabat pengawas lingkungan daerah.
Pasal 45
Dalam hal tertentu pejabat pengawas lingkungan melakukan pengawasan terhadap penaatan
persyaratan yang tercantum dalam izin melakukan usaha dan atau kegiatan.
Pasal 46
(1) Dalam melaksanakan tugasnya, pejabat pengawas lingkungan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 44 ayat (2) dan Pasal 45 berwenang :
a. melakukan pemantauan yang meliputi pengamatan, pemotretan, perekaman audio
visual, dan pengukuran;
b. meminta keterangan kepada masyarakat yang berkepenting-an, karyawan yang
bersangkutan, konsultan, kontraktor, dan perangkat pemerintahan setempat;
c. membuat salinan dari dokumen dan atau membuat catatan yang diperlukan, antaran lain dokumen perizinan, dokumen AMDAL, UKL, UPL, data hasil swapantau, dokumen surat keputusan organisasi perusahaan;
d. memasuki tempat tertentu;
e. mengambil contoh dari air limbah yang dihasilkan, air limbah yang dibuang, bahan baku, dan bahan penolong;
f. memeriksa peralatan yang digunakan dalam proses produksi, utilitas, dan instalasi
pengolahan limbah;
g. memeriksa instalasi, dan atau alat transportasi;
h. serta meminta keterangan dari pihak yang bertanggungjawab atas usaha dan atau
kegiatan;
(2) Kewenangan membuat catatan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf c meliputi
pembuatan denah, sketsa, gambar, peta, dan atau deskripsi yang diperlukan dalam
pelaksanaan tugas pengawasan.
Pasal 47
Pejabat pengawas dalam melaksanakan tugasnya wajib memperlihat-kan surat tugas dan atau tanda pengenal.
BAB VIII
SANKSI
Bagian Pertama
Sanksi Administrasi
Pasal 48
Setiap penanggung jawab usaha dan atau kegiatan yang melanggar ketentuan Pasal 24 ayat (1), Pasal 25, Pasal 26, Pasal 32, Pasal 34, Pasal 35, Pasal 37, Pasal 38, Pasal 40, dan Pasal 42, Bupati/Walikota berwenang menjatuhkan sanksi administrasi.
Pasal 49
Setiap penanggung jawab usaha dan atau kegiatan yang melanggar ketentuan Pasal 25, Bupati/Walikota/Menteri berwenang menerap-kan paksaan pemerintahan atau uang paksa.
Bagian Kedua
Ganti Kerugian
Pasal 50
(1) Setiap perbuatan melanggar hukum berupa pencemaran dan atau perusakan lingkungan hidup yang menimbulkan kerugian pada orang lain atau lingkungan hidup, mewajibkan penanggung jawab usaha dan atau kegiatan untuk membayar ganti kerugian dan atau melakukan tindakan tertentu.
(2) Selain pembebanan untuk melakukan tindakan tertentu sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), hakim dapat menetapkan pembayaran uang paksa atas setiap hari keterlambatan penyelesaian tindakan tertentu tersebut.
Bagian Ketiga
Sanksi Pidana
Pasal 51
Barang siapa yang melanggar ketentuan Pasal 26, Pasal 31, Pasal 32, Pasal 37, Pasal 38, Pasal 41, dan Pasal 42, yang mengakibatkan terjadinya pencemaran air, diancam dengan pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 41, Pasal 42, Pasal 43, Pasal 44, Pasal 45, Pasal 46, dan Pasal 47 Undang-undang Nomor 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup.
BAB IX
KETENTUAN PERALIHAN
Pasal 52
Baku mutu air limbah untuk jenis usaha dan atau kegiatan tertentu yang telah ditetapkan oleh daerah, tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan dengan Peraturan Pemerintah ini.
Pasal 53
(1) Bagi usaha dan atau kegiatan yang menggunakan air limbah untuk aplikasi pada tanah, maka dalam jangka waktu satu tahun setelah diundangkannya Peraturan Pemerintah ini wajib memiliki izin pemanfaatan air limbah pada tanah dari Bupati/Walikota.
(2) Bagi usaha dan atau kegiatan yang sudah beroperasi belum memiliki izin pembuangan air limbah ke air atau sumber air, maka dalam waktu satu tahun sejak diundangkannya Peraturan Pemerintah ini wajib memperoleh izin pembuangan air limbah ke air atau sumber air dari Bupati/Walikota.
BAB X
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 54
Penetapan daya tampung beban pencemaran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 38 ayat (3) wajib ditetapkan selambat-lambatnya 3 (tiga) tahun sejak diundangkannya Peraturan Pemerintah ini.
Pasal 55
Dalam hal baku mutu air pada sumber air sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 dan Pasal 12 ayat (1) belum atau tidak ditetapkan, berlaku kriteria mutu air untuk Kelas II sebagaimana tercantum dalam Lampiran Peraturan Pemerintah ini sebagai baku mutu air.
Pasal 56
(1) Dalam jangka waktu selambat-lambatnya 3 (tiga) tahun sejak diundangkannya Peraturan Pemerintah ini, baku mutu air yang telah ditetapkan sebelumnya wajib disesuaikan dengan ketentuan dalam Peraturan Pemerintah ini.
(2) Dalam hal baku mutu air sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) lebih ketat dari baku mutu air dalam Peraturan Pemerintah ini, maka baku mutu air sebelumnya tetap berlaku.
Pasal 57
(1) Dalam hal jenis usaha dan atau kegiatan belum ditentukan baku mutu air limbahnya, maka baku mutu air limbah yang berlaku di daerah tersebut dapat ditetapkan setelah mendapat rekomendasi dari Menteri.
(2) Ketentuan mengenai baku mutu air limbah sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)
ditetapkan dengan Peraturan Daerah Propinsi.
Pasal 58
Pada saat berlakunya Peraturan Pemerintah ini semua peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan pengelolaan kualitas air dan pengendalian pencemaran air yang telah ada, tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan dengan dan belum diganti berdasarkan Peraturan Pemerintah ini.
Pasal 59
Dengan berlakunya Peraturan Pemerintah ini, maka Peraturan Pemerintah Nomor 20 Tahun 1990 tentang Pengendalian Pencemaran Air (Lembaran Negara Tahun 1990 Nomor 24, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3409) dinyatakan tidak berlaku.
Pasal 60
Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku sejak tanggal diundangkan. Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Pemerintah ini
dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.
Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 14 Desember 2001
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
ttd
MEGAWATI SOEKARNOPUTRI
Diundangkan di Jakarta
pada tanggal 14 Desember 2001
SEKRETARIS NEGARA REPUBLIK INDONESIA,
ttd
BAMBANG KESOWO
LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2001 NOMOR 153
Salinan sesuai dengan aslinya
Deputi Sekretaris Kabinet
Bidang Hukum dan Perundang-undangan,
Lambock V. Nahattands
PENJELASAN
ATAS
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 82 TAHUN 2001
TENTANG
PENGELOLAAN KUALITAS AIR DAN
PENGENDALIAN PENCEMARAN AIR
UMUM.
Air merupakan sumber daya alam yang memenuhi hajat hidup orang banyak sehingga perlu dilindungi agar dapat tetap bermanfaat bagi hidup dan kehidupan manusia serta makhluk hidup lainnya.
Untuk menjaga atau mencapai kualitas air sehingga dapat dimanfaatkan secara berkelanjutan
sesuai dengan tingkat mutu air yang diinginkan, maka perlu upaya pelestarian dan atau
pengendalian. Pelestarian kualitas air merupakan upaya untuk memelihara fungsi air agar kualitasnya tetap pada kondisi alamiahnya.
Pelestarian kualitas air dilakukan pada sumber air yang terdapat di hutan lindung. Sedangkan pengelolaan kualitas air pada sumber air di luar hutan lindung dilakukan dengan upaya pengendalian pencemaran air, yaitu upaya memelihara fungsi air sehingga kualitas air memenuhi baku mutu air.
Air sebagai komponen lingkungan hidup akan mempengaruhi dan dipengaruhi oleh komponen lainnya. Air yang kualitasnya buruk akan mengakibatkan kondisi lingkungan hidup menjadi buruk sehingga akan mempengaruhi kondisi kesehatan dan keselamatan manusia serta kehidupan makhluk hidup lainnya. Penurunan kualitas air akan menurunkan dayaguna, hasil guna, produktivitas, daya dukung dan daya tampung dari sumber daya air yang pada akhirnya akan menurunkan kekayaan sumber daya alam (natural resources depletion).
Air sebagai komponen sumber daya alam yang sangat penting maka harus dipergunakan untuk sebesar-besarnya bagi kemakmuran rakyat. Hal ini berarti bahwa penggunaan air untuk berbagai manfaat dan kepentingan harus dilakukan secara bijaksana dengan memperhitungkan kepentingan generasi masa kini dan masa depan. Untuk itu air perlu dikelola agar tersedia dalam jumlah yang aman, baik kuantitas maupun kualitasnya, dan bermanfaat bagi kehidupan
dan perikehidupan manusia serta makhluk hidup lainnya agar tetap berfungsi secara ekologis, guna menunjang pembangunan yang berkelanjutan. Di satu pihak, usaha dan atau kegiatan manusia memerlukan air yang berdaya guna, tetapi di lain pihak berpotensi menimbulkan dampak negatif, antara lain berupa pencemaran yang dapat mengancam ketersediaan air, daya guna, daya dukung, daya tampung, dan produktivitasnya. Agar air dapat bermanfaat secara lestari dan pembangunan dapat berkelanjutan, maka dalam pelaksanaan pembangunan perlu dilakukan pengelolaan kualitas air dan pengendalian pencemaran air.
Dampak negatif pencemaran air mempunyai nilai (biaya) ekonomik, di samping nilai ekologik, dan sosial budaya. Upaya pemulihan kondisi air yang cemar, bagaimanapun akan memerlukan biaya yang mungkin lebih besar bila dibandingkan dengan nilai kemanfaatan finansial dari kegiatan yang menyebabkan pencemarannya. Demikian pula bila kondisi air yang cemar dibiarkan (tanpa upaya pemulihan) juga mengandung ongkos, mengingat air yang cemar akan menimbulkan biaya untuk menanggulangi akibat dan atau dampak negatif yang ditimbulkan oleh air yang cemar.
Berdasarkan definisinya, Pencemaran air yang diindikasikan dengan turunnya kualitas air sampai ke tingkat tertentu yang menyebabkan air tidak dapat berfungsi sesuai dengan peruntukannya. Yang dimaksud dengan tingkat tertentu tersebut di atas adalah baku mutu air yang ditetapkan dan berfungsi sebagai tolok ukur untuk menentukan telah terjadinya pencemaran air, juga merupakan arahan tentang tingkat kualitas air yang akan dicapai atau dipertahankan oleh setiap program kerja pengendalian pencemaran air.
Penetapan baku mutu air selain didasarkan pada peruntukan (designated beneficial water uses), juga didasarkan pada kondisi nyata kualitas air yang mungkin berada antara satu daerah dengan daerah lainnya. Oleh karena itu, penetapan baku mutu air dengan pendekatan golongan peruntukkan perlu disesuaikan dengan menerapkan pendekatan klasifikasi kualitas air (kelas air). Penetapan baku mutu air yang didasarkan pada peruntukan semata akan menghadapai kesulitan serta tidak realistis dan sulit dicapai pada air yang kondisi nyata kualitasnya tidak layak untuk semua golongan peruntukan.
Dengan ditetapkannya baku mutu air pada sumber air dan memperhatikan kondisi airnya, akan dapat dihitung berapa beban zat pencemar yang dapat ditenggang adanya oleh air penerima sehingga air dapat tetap berfungsi sesuai dengan peruntukannya. Beban pencemaran ini merupakan daya tampung beban pencemaran bagi air penerima yang telah ditetapkan peruntukannya.
Peraturan Pemerintah Nomor 20 Tahun 1990 tentang Pengendalian Pencemaran Air dianggap tidak memadai lagi, karena secara substansial tidak sesuai dengan prinsip otonomi daerah sebagaimana dikandung dalam Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah.
PASAL DEMI PASAL
Pasal 1
Cukup jelas
Pasal 2
Ayat (1)
Mengingat sifat air yang dinamis dan pada umumnya berada dan atau mengalir melintasi batas wilayah administrasi pemerintahan, maka pengelolaan kualitas air dan pengendalian pencemaran air tidak hanya dapat dilakukan sendiri-sendiri (partial) oleh satu pemerintah daerah. Dengan demikian harus dilakukan secara terpadu antar wilayah administrasi dan didasarkan pada karakter ekosistemnya sehingga dapat tercapai pengelolaan yang efisien dan efektif.
Keterpaduan pengelolaan kualitas air dan pengendalian pencemaran air ini dilakukan melalui upaya koordinasi antar pemerintah daerah yang berada dalam satu kesatuan ekosistem air dan atau satu kesatuan pengelolaan sumber daya air antara lain daerah aliran sungai (DAS) dan daerah pengaliran sungai (DPS). Kerja sama antar daerah dapat dilakukan melalui badan kerja sama antar daerah. Dalam koordinasi dan kerja sama tersebut termasuk dengan instansi terkait, baik menyangkut rencana pemanfaatan air, pemantauan kualitas air, penetapan baku mutu air, penetapan daya tampung, penetapan mekanisme perizinan pembuangan air limbah, pembinaan dan pengawasan penaatan.
Ayat (2)
Cukup jelas
Pasal 3
Cukup jelas
Pasal 4
Ayat (1)
Pengelolaan kualitas air dimaksudkan untuk memelihara kualitas air untuk tujuan melestarikan fungsi air, dengan melestarikan (conservation) atau mengendalikan (control). Pelestarian kualitas air dimaksudkan untuk memelihara kondisi kualitas air sebagaimana kondisi alamiahnya.
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Kondisi alamiah air pada sumber air dalam hutan lindung, mata air dan akuifer air tanah dalam secara umum kualitasnya sangat baik. Air pada sumber–sumber air tersebut juga akan sulit dipulihkan kualitasnya apabila tercemar, dan perlu waktu bertahun-tahun untuk pemulihannya. Oleh karena itu harus dipelihara kualitasnya sebagaimana kondisi alamiahnya. Mata air kualitas airnya perlu dilestarikan sebagaimana kondisi alamiahnya, baik mata air di dalam maupun di luar hutan lindung. Air di bawah permukaan tanah berada di wadah atau tempat yang disebut akuifer.
Air tanah dalam adalah air pada akuifer yang berada di antara dua lapisan batuan geologis tertentu, yang menerima resapan air dari bagian hulunya.
Hutan lindung adalah kawasan hutan yang mempunyai fungsi pokok sebagai perlindungan sistem penyangga kehidupan untuk mengatur tata air, mencegah banjir, mengendalikan erosi, mencegah intrusi air laut, dan memelihara kesuburan tanah.
Ayat (4)
Upaya pengendalian pencemaran air antara lain dilakukan dengan membatasi beban
pencemaran yang ditenggang masuknya ke dalam air sebatas tidak akan menyebabkan air menjadi cemar (sebatas masih memenuhi baku mutu air).
Ayat (5)
Cukup jelas
Pasal 5
Cukup jelas
Pasal 6
Cukup jelas
Pasal 7
Ayat (1)
Rencana pendayagunaan air meliputi penggunaan untuk pemanfaatan sekarang dan masa yang akan datang. Rencana pendayagunaan air diperlukan dalam rangka menetapkan baku mutu air dan mutu air sasaran, sehingga dapat diketahui arah program pengelolaan kualitas air.
Ayat (2)
Air pada lingkungan masyarakat setempat dapat mempunyai fungsi dan nilai yang tinggi dari aspek sosial budaya. Misalnya air untuk keperluan ritual dan kultural.
Ayat (3)
Pendayagunaan air adalah pemanfaatan air yang digunakan sekarang ini (existing uses) dan
potensi air sebagai cadangan untuk pemanfaatan di masa mendatang (future uses).
Pasal 8
Ayat (1)
Pembagian kelas ini didasarkan pada peringkat (gradasi) tingkatan baiknya mutu air, dan kemungkinan kegunaannya. Tingkatan mutu air Kelas Satu merupakan tingkatan yang terbaik. Secara relatif, tingkatan mutu air Kelas Satu lebih baik dari Kelas Dua, dan selanjutnya.
Tingkatan mutu air dari setiap kelas disusun berdasarkan kemungkinan kegunaannya bagi suatu peruntukan air (designated beneficial water uses). Air baku air minum adalah air yang dapat diolah menjadi air yang layak sebagai air minum dengan pengolahan secara sederhana dengan cara difiltrasi, disinfeksi, dan dididihkan. Klasifikasi mutu air merupakan pendekatan untuk menetapkan kriteria mutu air dari tiap kelas, yang akan menjadi dasar untuk penetapan baku mutu air. Setiap kelas air mempersyaratkan mutu air yang dinilai masih layak untuk dimanfaatkan bagi peruntukkan tertentu.
Peruntukan lain yang dimaksud misalnya kegunaan air untuk proses industri, kegiatan
penambangan dan pembangkit tenaga listrik, asalkan kegunaan tersebut dapat menggunakan air dengan mutu air sebagaimana kriteria mutu air dari kelas air dimaksud.
Ayat (2)
Cukup Jelas
Pasal 9
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Pengkajian yang dimaksud adalah kegiatan untuk mengetahui informasi mengenai keadaan mutu air saat ini (existing quality), rencana pendayagunaan air sesuai dengan kriteria kelas yang diinginkan, dan tingkat mutu air yang akan dicapai (objective quality).
Ayat (3)
Cukup jelas
Ayat (4)
Pedoman pengkajian yang dimaksud meliputi pedoman untuk menentukan keadaan mutu air, penyusunan rencana penggunaan air, dan penentuan tingkat mutu air yang ingin dicapai. Pedoman pengkajian mencakup antara lain ketatalaksanaan pada sumber air yang bersifat lintas daerah (Kabupaten/Kota dan Propinsi).
Pasal 10
Cukup jelas
Pasal 11
Cukup jelas
Pasal 12
Ayat (1)
Pengetatan dan atau penambahan parameter tersebut didasarkan pada kondisi spesifik, antara lain atas pertimbangan karena di daerah tersebut terdapat biota dan atau spesies sensitif yang perlu dilindungi. Yang dimaksud dengan yang lebih ketat adalah yang tingkat kualitas airnya lebih baik.
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas
Pasal 13
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas
Ayat (4)
Cukup jelas
Ayat (5)
Mekanisme dan prosedur pemantauan kualitas air meliputi, antara lain, rencana pemantauan, pengharmonisasian operasi pemantauan kualitas air, pelaporan dan pengelolaan data hasil pemantauan.
Pasal 14
Ayat (1)
Status mutu air merupakan informasi mengenai tingkatan mutu air pada sumber air dalam waktu tertentu. Dalam rangka pengelolaan kualitas air dan atau pengendalian pencemaran air, perlu diketahui status mutu air (the state of the water quality). Untuk itu maka dilakukan pemantauan kualitas air guna mengetahui mutu air, dengan membandingkan mutu air.
Tidak memenuhi baku mutu air adalah apabila dari hasil pemantauan kualitas air tingkat kualitas airnya lebih buruk dari baku mutu air. Memenuhi baku mutu air adalah apabila dari hasil pemantauan kualitas air tingkat kualitas airnya sama atau lebih baik dari baku mutu air. Dalam hal metoda baku penilaian status mutu air belum ditetapkan dalam peraturan perundangundangan, dapat digunakan kaidah ilmiah.
Contoh parameter yang belum tercantum dalam kriteria mutu air sebagaimana tercantum dalam Lampiran Peraturan Pemerintah ini antara lain, parameter-parameter bio-indikator dan toksisitas.
Ayat (2)
Kondisi cemar dapat dibagi menjadi beberapa tingkatan, seperti tingkatan cemar berat, cemar sedang, dan cemar ringan. Demikian pula kondisi baik dapat dibagi menjadi sangat baik dan cukup baik. Tingkatan tersebut dapat dinyatakan antara lain dengan menggunakan suatu indeks.
Pasal 15
Ayat (1)
Penanggulangan pencemaran air dan pemulihan kualitas air yang dilakukan oleh Pemerintah dan Pemerintah Propinsi, Pemerintah Kabupaten/Kota, meliputi pula program kerja pengendalian pencemaran air dan pemulihan kualitas air secara berkesinambungan. Mutu air sasaran (water quality objective) adalah mutu air yang direncanakan untuk dapat diwujudkan dalam jangka waktu tertentu melalui penyelenggaraan program kerja dalam rangka pengedalian pencemaran air dan pemulihan kualitas air.
Ayat (2)
Cukup jelas
Pasal 16
Ayat (1)
Akreditasi dilakukan oleh lembaga yang berwenang melaksanakan akreditasi laboratorium di
bidang pengelolaan lingkungan hidup.
Ayat (2)
Cukup jelas
Pasal 17
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Penunjukan laboratorium oleh Menteri sebagai laboratorium rujukan dimaksudkan antara lain untuk menguji kebenaran teknik, prosedur, metode pengambilan dan metode analisis sampel. Kesimpulan yang ditetapkan tersebut menjadi alat bukti tentang mutu air dan mutu air limbah.
Pasal 18
Cukup jelas
Pasal 19
Cukup jelas
Pasal 20
Huruf a
Cukup jelas
Huruf b
Inventarisasi adalah pengumpulan data dan informasi yang diperlukan untuk mengetahui sebab dan faktor yang menyebabkan penurunanan kualitas air.
Huruf c
Cukup jelas
Huruf d
Cukup jelas
Huruf e
Cukup jelas
Huruf f
Faktor lain yang dimaksud antara lain faktor fluktuasi debit.
Pasal 21
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Hasil inventarisasi sumber pencemaran air diperlukan antara lain untuk penetapan program
kerja pengendalian pencemaran air.
Ayat (4)
Cukup jelas
Pasal 22
Cukup jelas
Pasal 23
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Daya tampung beban pencemaran pada suatu sumber air dapat berubah dari waktu ke waktu
mengingat antara lain karena fluktuasi debit atau kuantitas air dan perubahan kualitas air.
Ayat (3)
Cukup jelas
Ayat (4)
Cukup jelas
Pasal 24
Ayat (1)
Pengenaan retribusi tersebut sebagai konsekuensi dari penyediaan sarana pengolahan
(pengelolaan) air limbah yang disediakan oleh Kabupaten/ Kota.
Ayat (2)
Cukup jelas
Pasal 25
Pencemaran air akibat keadaan darurat dapat disebabkan antara lain kebocoran atau tumpahan bahan kimia dari tangki penyimpanannya akibat kegagalan desain, ketidak-tepatan operasi, kecelakaan dan atau bencana alam. Pasal 26 Cukup jelas Pasal 27
Ayat (1)
Pejabat yang berwenang yang dimaksud, antara lain, adalah Kepala Desa/Lurah, Camat, dan
Polisi.
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas
Ayat (4)
Cukup jelas
Ayat (5)
Cukup jelas
Pasal 28
Usaha yang dimaksud antara lain industri, pertambangan, dan perhotelan. Kegiatan yang dimaksud antara lain laboratorium kegiatan penelitian dan pendidikan, fasilitas umum rumah sakit, pemotongan hewan dan kegiatan pematangan tanah (land clearing), proyek prasarana jalan raya, serta tempat pembuangan akhir sampah (TPA).
Pasal 29
Cukup jelas
Pasal 30
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Informasi mengenai pengelolaan kualitas air dan pengendalian pencemaran air yang dimaksud dapat berupa data, keterangan, atau informasi lain yang berkenaan dengan pengelolaan kualitas air dan atau pengendalian pencemaran air yang menurut sifat dan tujuannya memang terbuka untuk diketahui masyarakat, seperti dokumen analisis mengenai dampak lingkungan hidup, laporan dan evaluasi hasil pemantauan air, baik pemantauan penaatan maupun pemantauan perubahan kualitas air, dan rencana tata ruang.
Ayat (3)
Peran serta sebagaimana dimaksud meliputi proses pengambilan keputusan, baik dengan cara mengajukan keberatan maupun dengar pendapat atau dengan cara lain yang ditentukan dalam peraturan perundang-undangan. Peran serta tersebut dilakukan antara lain dalam proses penilaian dan atau perumusan kebijaksanaan pengelolaan kualitas air, pengendalian pencemaran air, dan melakukan pengamatan. Pelaksanaannya didasarkan pada prinsip keterbukaan.
Dengan keterbukaan memungkinkan masyarakat ikut memikirkan dan memberikan pandangan serta pertimbangan dalam pengambilan keputusan di bidang pengelolaan kualitas air dan pengendalian pencemaran air.
Pasal 31
Huruf a
Cukup jelas
Huruf b
Air pada sumber air dan air yang terdapat di luar hutan lindung dilakukan pengendalian terhadap sumber yang dapat menimbulkan pencemaran. Hal ini karena terdapat berbagai kegiatan yang akan mengakibatkan penurunan kualitas air. Namun, penurunan kualitas air tersebut masih dapat ditenggang selama tidak melampaui baku mutu air.
Pasal 32
Usaha yang dimaksud antara lain industri, pertambangan, dan perhotelan. Kegiatan yang dimaksud antara lain laboratorium kegiatan penelitian dan pendidikan, fasilitas umum rumah sakit, pemotongan hewan dan kegiatan pematangan tanah (land clearing), proyek prasarana jalan raya, serta tempat pembuangan akhir sampah (TPA). Informasi yang benar tersebut dimaksudkan untuk menilai ketaatan penanggung jawab usaha dan atau kegiatan terhadap ketentuan peraturan perundang-undangan.
Pasal 33
Pemberian informasi dilakukan melalui media cetak, media elektronik atau papan pengumuman yang meliputi antara lain:
a. status mutu air;
b. bahaya terhadap kesehatan masyarakat dan ekosistem;
c. sumber pencemaran dan atau penyebab lainnya;
d. dampaknya terhadap kehidupan masyarakat; dan atau
e. langkah-langkah yang dilakukan untuk mengurangi dampak dan upaya pengelolaan kualitas air dan atau pengendalian pencemaran air.
Pasal 34
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Laporan dimaksud dibuat sesuai dengan format terminal data (data base) pengelolaan kualitas air dan pengendalian pencemaran air.
Ayat (4)
Cukup jelas
Pasal 35
Ayat (1)
Air limbah dari suatu usaha dan atau kegiatan tertentu dapat dimanfaatkan untuk mengairi areal pertanaman tertentu dengan cara aplikasi air limbah pada tanah (land aplication), namun dapat berisiko terjadinya pencemaran terhadap tanah, air tanah, dan atau air.
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas
Pasal 36
Ayat (1)
Pemrakarsa adalah orang atau badan hukum yang bertanggung jawab atas suatu rencana usaha atau kegiatan yang akan dilaksanakannya. Aplikasi pada tanah perlu dilakukan penelitian terlebih dahulu secara spesifik berkenaan dengan kandungan dan debit air limbah, sifat dan luasan tanah areal pertanaman yang akan diaplikasi, dan jenis tanamannya, untuk mengetahui cara aplikasi yang tepat sehingga dapat mencegah pencemaran tanah, air tanah, dan air serta penurunan produktivitas pertanaman.
Ayat (2)
Persyaratan penelitian dimaksud merupakan persyaratan minimal yang harus dipenuhi. Oleh karena itu maka persyaratan lain berdasarkan penelitian yang dianggap perlu dimungkinkan untuk ditambahkan.
Ayat (3)
Cukup jelas
Ayat (4)
Cukup jelas
Ayat (5)
Cukup jelas
Ayat (6)
Cukup jelas
Ayat (7)
Pedoman pengkajian meliputi, antara lain, petunjuk mengenai rencana penelitian, metode, operasi, dan pemeliharaan.
Pasal 37
Cukup jelas
Pasal 38
Ayat (1)
Pembuangan air limbah adalah pemasukan air limbah secara pelepasan (discharge) bukan secara dumping dan atau pelepasan dadakan (shock discharge). Pembuangan air limbah yang berupa sisa dari usaha dan atau kegiatan penambangan, seperti misalnya "air terproduksi" (produced water), yang akan dikembalikan ke dalam formasi asalnya juga wajib menaati baku mutu air limbah yang ditetapkan secara spesifik untuk jenis air limbah tersebut.
Air yang keluar dari turbin pembangkit listrik tenaga air (PLTA) bukan merupakan sisa kegiatan PLTA, sehingga tidak termasuk dalam ketentuan Pasal ini.
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas
Pasal 39
Ayat (1)
Masuknya air limbah ke dalam air dapat menurunkan kualitas air tergantung beban pencemaran air limbah dan kemampuan air menerima beban tersebut. Air yang kondisi kualitasnya lebih baik dari baku mutu air berarti masih memiliki kemampuan untuk menerima beban pencemaran. Apabila beban pencemaran yang masuk melebihi kemampuan air menerima beban tersebut maka akan menyebabkan pencemaran air, yaitu kondisi kualitas air tidak memenuhi baku mutu air.
Ayat (2)
Cukup jelas
Pasal 40
Cukup jelas
Pasal 41
Cukup jelas
Pasal 42
Pengertian limbah padat termasuk limbah yang berwujud lumpur dan atau slurry. Contoh dari pembuangan limbah padat misalnya pembuangan atau penempatan material sisa usaha dan atau kegiatan penambangan berupa tailing, ke dalam air dan atau sumber air. Contoh dari pembuangan gas misalnya memasukkan pipa pembuangan gas yang mengandung unsur pencemar seperti Ammonium dan atau uap panas ke dalam air dan atau pada sumber air.
Pasal 43
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Huruf a
Cukup jelas
Huruf b
Contoh kebijakan insentif antara lain dapat berupa pengenaan biaya pembuangan air limbah yang lebih murah dari tarif baku, mengurangi frekuensi swapantau, dan pemberian penghargaan.
Contoh kebijakan disinsentif antara lain dapat berupa pengenaan biaya pembuangan air limbah yang lebih mahal dari tarif baku, menambah frekuensi swapantau, dan mengumumkan kepada masyarakat riwayat kinerja penaatannya.
Ayat (3)
Cukup jelas
Ayat (4)
Cukup jelas
Ayat (5)
Cukup jelas
Pasal 44
Cukup jelas
Pasal 45
Hal tertentu yang dimaksud antara lain daerah belum mampu melakukan pengawasan sendiri, belum ada pejabat pengawas lingkungan daerah, belum tersedianya sarana dan prasarana atau daerah tidak melakukan pengawasan.
Pasal 46
Ayat (1)
Huruf a
Pemotretan/rekaman visual sepanjang tidak membahayakan keamanan usaha dan atau
kegiatan yang bersangkutan, seperti kilang minyak dan petro kimia.
Huruf b
Cukup jelas
Huruf c
Cukup jelas
Huruf d
Cukup jelas
Huruf e
Cukup jelas
Huruf f
Cukup jelas
Huruf g
Cukup jelas
Huruf h
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Pasal 47
Cukup jelas
Pasal 48
Sanksi administrasi meliputi teguran tertulis, penghentian sementara, dan pencabutan izin melakukan usaha dan atau kegiatan.
Pasal 49
Paksaan pemerintahan adalah tindakan untuk mengakhiri terjadinya pelanggaran,
menanggulangi akibat yang ditimbulkan oleh pelanggaran, melakukan tindakan penyelamatan, penanggulangan dan atau pemulihan atas beban biaya penanggung jawab usaha dan atau kegiatan yang bersangkutan. Atau tindakan tersebut di atas dapat diganti dengan uang paksa (dwangsom).
Pasal 50
Ayat (1)
Pengaturan ini merupakan realisasi asas yang ada dalam hukum lingkungan hidup yang disebut asas pencemar membayar. Selain diharuskan membayar ganti kerugian, pencemar dan atau perusak lingkungan hidup dapat pula dibebani oleh hakim untuk melakukan tindakan hokum tertentu, misalnya perintah untuk :
a. memasang atau memperbaiki unit pengolahan limbah sehingga limbah sesuai dengan baku mutu lingkungan hidup yang ditentukan;
b. memulihkan fungsi lingkungan hidup;
c. menghilangkan atau memusnahkan penyebab timbulnya pencemaran dan atau perusakan lingkungan hidup.
Ayat (2)
Tindakan tertentu yang dimaksud antara lain melakukan penyelamatan dan atau tindakan penanggulangan dan atau pemulihan lingkungan hidup. Tindakan pemulihan mencakup kegiatan untuk mencegah timbulnya kejadian yang sama dikemudian hari.
Pasal 51
Cukup jelas
Pasal 52
Cukup jelas
Pasal 53
Cukup jelas
Pasal 54
Cukup jelas
Pasal 55
-Cukup jelas
Pasal 56
Cukup jelas
Pasal 57
Cukup jelas
Pasal 58
Cukup jelas
Pasal 59
Cukup jelas
Pasal 60
Cukup jelas
http://portal.djmbp.esdm.go.id/sijh/PP8201_KualitasAir.pdf
NOMOR 2 TAHUN 2006
TENTANG
PENGELOLAAN KUALITAS AIR DAN PENGENDALIAN
PENCEMARAN AIR
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
GUBERNUR KALIMANTAN SELATAN,
Menimbang : a.
bahwa air sebagai karunia Tuhan Yang Maha Esa yang dapat
dimanfaatkan untuk memenuhi hajat hidup orang banyak, perlu
dikelola dan dipelihara kualitasnya agar tetap bermanfaat sebagai
sumber dan penunjang kehidupan;
b.
bahwa dalam upaya menjaga kualitas air agar dapat dimanfaatkan
secara berkelanjutan, perlu dikelola dan ditanggulangi
kerusakannya melalui pengelolaan dan pengendalian pencemaran
air;
c.
bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam
huruf a dan huruf b, perlu membentuk Peraturan Daerah tentang
Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air;
Mengingat : 1.
Undang-Undang Nomar 15 Tahun 1956 jo. Undang-Undang
Nomor 21 Tahun 1958 tentang Penetapan Undang-Undang Darurat
Nomor 10 Tahun 1957 antara lain mengenai Pembentukan Daerah
Swatantra Tingkat I Kalimantan Selatan (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 1956 Nomor 65, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 1106);
2.
Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1984 tentang Perindustrian
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1984 Nomor 22,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3274);
3.
Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber
Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 1990 Nomor 49, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 3419);
4.
Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan
Lingkungan Hidup (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
1997 Nomor 68, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 3699);
5.
Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2004 tentang Sumber Daya Air
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 32,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4377);
6.
Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan
Peraturan Perundang-Undangan (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2004 Nomor 53, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 4389);
7.
Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan
Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor
125, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004
Nomor 4437) sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang
Nomor 8 Tahun 2005 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah
Pengganti Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2005 tentang
Perubahan atas Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang
Pemerintahan Daerah Menjadi Undang-Undang (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 108, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 4548);
8.
Peraturan Pemerintah Nomor 22 Tahun 1982 tentang Tata
Pengaturan Air (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1982
Nomor 37, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 3225);
9.
Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 1982 tentang Irigasi
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1982 Nomor 38,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3226);
10. Peraturan
Pemerintah Nomor 35 Tahun 1991 tentang Sungai
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1991 Nomor 44,
Tambahan Lembaran Republik Indonesia Nomor 3445)
11. Peraturan
Pemerintah Nomor 27 Tahun 1999 tentang Analisis
Mengenai Dampak Lingkungan Hidup (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 59, Tambahan Lembaran
Republik Indonesia Nomor 3838);
12. Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 2000 tentang Kewenangan
Pemerintah dan Kewenangan Provinsi sebagai Daerah Otonom
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2000 Nomor 54,
Tambahan Lembaran Republik Indonesia Nomor 3952 );
13. Peraturan Pemerintah Nomor 82 Tahun 2001 tentang Pengelolaan
Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2001 Nomor 153, Tambahan Lembaran
Republik Indonesia Nomor 4161 );
14. Peraturan Daerah Provinsi Kalimantan Selatan Nomor 8 Tahun
2000 tentang Struktur Organisasi dan Tata Kerja Perangkat Daerah
dan Sekretariat Dewan Perwakilan Daerah Provinsi Kalimantan
Selatan (Lembaran Daerah Provinsi Kalimantan Selatan Tahun
2000 Nomor 13);
15. Peraturan Daerah Provinsi Kalimantan Selatan Nomor 9 Tahun
2000 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi Kalimantan
Selatan (Lembaran Daerah Provinsi Kalimantan Selatan Tahun
2000 Nomor 14);
Dengan Persetujuan Bersama
DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH
PROVINSI KALIMANTAN SELATAN
dan
GUBERNUR KALIMANTAN SELATAN
MEMUTUSKAN :
Menetapkan :
PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN
SELATAN PENGELOLAAN KUALITAS AIR DAN
PENGENDALIAN PENCEMARAN AIR.
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Peraturan Daerah ini yang dimaksud dengan :
1.
Daerah adalah Provinsi Kalimantan Selatan.
2.
Gubernur adalah Gubernur Kalimantan Selatan.
3.
Pemerintah Daerah adalah Gubernur dan Perangkat Daerah sebagai unsur
penyelenggara Pemerintahan Daerah Provinsi Kalimantan Selatan.
4.
Bupati adalah Bupati se-Kalimantan Selatan.
5.
Walikota adalah Walikota se-Kalimantan Selatan.
6.
Instansi yang membidangi Lingkungan Hidup adalah Perangkat Daerah Provinsi
Kalimantan Selatan yang tugas dan fungsinya di bidang pengendalian lingkungan
hidup.
7.
Air adalah semua air yang terdapat di atas, dan di bawah permukaan tanah, kecuali
air, laut dan air fosil.
8.
Pencemaran Air adalah masuk atau dimasukkannya makhluk hidup, zat, energi dan
atau komponen lain ke dalam air oleh kegiatan manusia, sehingga kualitas air turun
sampai ke tingkat tertentu yang menyebabkan air tidak dapat berfungsi sesuai dengan
peruntukannya.
9.
Sumber Air adalah wadah air yang terdapat di atas dan di bawah permukaan tanah,
termasuk dalam pengertian ini akuifer, mata air, sungai, rawa, danau, situ, waduk, dan
muara.
10. Pengelolaan Kualitas Air adalah upaya pemeliharaan air sehingga tercapai kualitas air
yang diinginkan sesuai peruntukannya untuk menjamin agar kualitas air tetap dalam
kondisi alamiahnya.
11. Mutu
Air adalah kondisi kualitas air yang diukur, dan atau diuji berdasarkan
parameter-parameter tertentu dan metode tertentu berdasarkan Peraturan Perundangundangan
yang berlaku.
12. Kelas Air adalah peringkat kualitas air yang dinilai masih layak, untuk dimanfaatkan
bagi peruntukan tertentu.
13. Kriteria Mutu Air adalah tolak ukur mutu air untuk setiap kelas air.
14. Status Mutu Air adalah tingkat kondisi mutu air yang menunjukkan kondisi cemar
atau kondisi baik pada suatu sumber air dalam waktu tertentu, dengan
membandingkan dengan baku mutu air yang ditetapkan.
15. Mutu Air Sasaran adalah mutu air yang direncanakan untuk dapat diwujudkan dalam
jangka waktu tertentu melalui penyelenggaraan program kerja dan atau upaya lainnya
dalam rangka pengelolaan kualitas air dan pengendalian pencemaran air.
16. Daya Tampung Beban Pencemaran adalah kemampuan air pada suatu sumber air,
untuk menerima masukan beban pencemaran tanpa mengakibatkan air tersebut
menjadi cemar.
17. Limbah adalah sisa suatu usaha dan atau kegiatan.
18. Air Limbah adalah sisa dari suatu usaha dan atau kegiatan yang berwujud cair.
19. Baku Mutu Air Limbah adalah ukuran batas atau kadar makhluk hidup, zat energi,
atau komponen yang ada bagi zat atau harus ada dan atau unsur pencemar yang
ditenggang keberadaannya di dalam air.
20. Limbah Cair adalah limbah dalam wujud cair yang dihasilkan oleh usaha dan atau
kegiatan yang dibuang ke lingkungan dan diduga dapat menurunkan kualitas
lingkungan.
21. Limbah Rumah Tangga adalah sisa suatu usaha dan atau kegiatan dari rumah tangga.
22. Instalasi Pengolah Air
Limbah yang selanjutnya disebut IPAL adalah instalasi
pengolah air limbah yang berfungsi untuk mengolah air limbah-limbah cair yang
diharapkan menghasilkan effluent sesuai dengan baku mutu air yang diizinkan.
BAB II
WEWENANG
Pasal 2
(1) Pemerintah Daerah berwenang melakukan pengelolaan kualitas air yang meliputi :
a.
mengkoordinasikan pengelolaan kualitas air lintas Kabupaten / Kota;
b.
menyusun rencana pendayagunaan air sesuai fungsi ekonomis, ekologis, nilainilai
agama dan adat istiadat yang hidup dalam masyarakat setempat;
c.
merencanakan potensi pemanfaatan air, pencadangan air berdasarkan
ketersediaannya baik kualitas maupun kuantitas dan atau fungsi ekologis;
(2) Pemerintah Daerah berwenang melakukan pengelolaan kualitas air yang meliputi :
a.
sumber air lintas Kabupaten / Kota;
b.
menetapkan daya tampung beban pencemaran;
c.
melakukan inventarisasi dan identifikasi sumber pencemaran;
d.
menetapkan persyaratan pembuangan air limbah untuk aplikasi pada tanah;
e.
menetapkan persyaratan pembuangan air limbah ke air atau sumber air;
f.
memantau kualitas air pada sumber air;
g.
memantau faktor lain yang menyebabkan perubahan mutu air.
BAB III
HAK DAN KEWAJIBAN
Pasal 3
Dalam pengelolaan kualitas air dan pengendalian pencemaran air, setiap orang berhak :
a.
mempunyai hak yang sama atas kualitas air yang baik;
b.
mendapatkan informasi mengenai status mutu air dan pengelolaan kualitas air serta
pengendalian pencemaran air;
c.
berperan serta dalam pengelolaan kualitas air dan pengendalian pencemaran air
sesuai Peraturan Perundang-undangan yang berlaku;
Pasal 4
Dalam pengelolaan kualitas air dan pengendalian pencemaran air, setiap orang wajib :
a.
mencegah dan mengendalikan terjadinya pencemaran air;
b.
memulihkan kualitas air akibat pencemaran;
c.
melakukan efisiensi dan efektivitas pemanfaatan sumber daya air.
Pasal 5
Setiap orang yang melakukan usaha atau kegiatan wajib memberikan informasi yang
benar dan akurat mengenai pelaksanaan pengelolaan kualiatas air dan pengendalian
pencemaran air.
Pasal 6
Pemerintah Daerah wajib memberikan informasi kepada masyarakat mengenai
pengelolaan kualitas air dan pengendalian pencemaran air.
BAB IV
INVENTARISASI DAN IDENTIFIKASI
Pasal 7
Dalam upaya mewujudkan kelestarian fungsi sumber air, Gubernur melalui instansi
terkait menetapkan pelaksanaan kegiatan inventarisasi dan identifikasi sumber
pencemaran.
Pasal 8
(1) Hasil
inventarisasi dan identifikasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7
disampaikan kepada Gubernur paling sedikit 2 (dua) kali dalam setahun.
(2) Berdasarkan hasil inventarisasi dan identifikasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1),
Gubernur menetapkan pedoman pengelolaan kualitas air dan pengendalian
pencemaran air
BAB V
PENGELOLAAN KUALITAS AIR
Bagian Pertama
Klasifikasi Mutu Air
Pasal 9
(1)
Klasifikasi Mutu Air ditetapkan menjadi 4 (empat) kelas :
a.
Kelas satu, air yang peruntukannya dapat digunakan untuk air baku air minum,
dan atau peruntukan lain yang mempersyaratkan mutu air yang sama dengan
kegunaan tersebut;
b.
Kelas dua, air yang peruntukannya dapat digunakan untuk prasarana / sarana
rekreasi air, pembudidayaan ikan air tawar, peternakan, air untuk mengairi
pertanaman, dan atau peruntukan lain yang mempersyaratkan mutu air yang
sama dengan dengan kegunaan tersebut;
c.
Kelas tiga, air yang peruntukannya dapat digunakan untuk pembudidayaan ikan
air tawar, peternakan, air untuk mengairi pertanaman, dan atau peruntukan lain
yang mempersyaratkan mutu air yang sama dengan kegunaan tersebut;
d.
Kelas empat, air yang peruntukannya dapat digunakan untuk mengairi
pertanaman dan atau peruntukan lain yang mempersyaratkan mutu air yang
sama dengan kegunaan tersebut;
(2)
Kriteria mutu air dari tiap kelas peruntukan air sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
ditetapkan berdasarkan pedoman yang ditetapkan sesuai Peraturan Perundangundangan.
Pasal 10
(1)
Peruntukan air dan kriteria mutu air sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9,
digunakan sebagai dasar untuk penetapan baku mutu air dengan prioritas
pemanfaatan :
a.
air minum;
b.
air untuk kebutuhan rumah tangga;
c.
air untuk peternakan, pertanian, dan perkebunan;
d. air untuk industri;
e. air untuk irigasi;
f. air untuk pertambangan;
g. air untuk usaha perkotaan;
h. air untuk kepentingan lainnya.
(2)
Urutan peruntukan pemanfaatan air sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat
berubah dengan mempertimbangkan kepentingan umum dan kondisi setempat.
Bagian Kedua
Baku Mutu Air
Pasal 11
(1)
Air pada semua mata air dan pada sumber air yang berada pada kawasan lindung,
harus dilindungi mutunya agar tidak menurun kualitasnya yang disebabkan oleh
kegiatan manusia.
(2)
Kriteria mutu air sesuai rencana pendayagunaan air didasarkan pada hasil
pengkajian peruntukan air.
(3)
Pengkajian sebagaimana dimaksud pada ayat (2) berdasarkan pada pedoman yang
ditetapkan sesuai peraturan perundang-undangan.
Bagian Ketiga
Pemantauna Kualitas Air
Pasal 12
Pemantauan kualitas air pada sumber air yang berada dalam dua atau lebih daerah
Kabupaten / Kota dalam satu Provinsi dikoordinasikan oleh Pemerintah Provinsi dan
dilaksanakan oleh masing-masing Pemerintah Kabupaten / Kota.
Bagian Keempat
Status Mutu Air
Pasal 13
(1)
Status mutu air ditentukan dengan cara membandingkan mutu air dengan baku mutu
air.
(2)
Status mutu air dinyatakan :
a. cemar, apabila mutu air tidak memenuhi baku mutu air;
b. baik, apabila mutu air memenuhi baku mutu air.
(3)
Tingkat status mutu air dilakukan dengan perhitungan tertentu yang ditetapkan
sesuai Peraturan Perundang-undangan.
Bagian Kelima
Pengujian Kualitas Air
Pasal 14
(1)
Gubernur menunjuk laboratorium lingkungan yang telah di akreditasi untuk
melakukan analisis mutu air dan mutu air limbah dalam rangka pengendalian
pencemaran air.
(2)
Pengujian kualitas air sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dilakukan secara
periodik dan terus-menerus serta pada kondisi tertentu.
(3)
Dalam hal Gubernur belum menunjuk laboratorium sebagaimana dimaksud pada
ayat (1), maka analisis mutu air dan mutu air limbah dilakukan oleh laboratorium
yang ditunjuk menteri.
Pasal 15
Gubernur menetapkan laboratoriumrujukan di tingkat Provinsi untuk melakukan analisis
mutu air dan mutu air limbah sesuai dengan persyaratan yang ditentukan.
BAB VI
PENGENDALIAN PENCEMARAN AIR
Bagian Pertama
Perlindungan Kualitas Air
Pasal 16
(1)
Perlindungan kualitas air dilakukan sebagai upaya menjaga kualitas air dan sumber
air terhadap kerusakan yang disebabkan oleh kegiatan manusia dan alam.
(2)
Perlindungan kualitas air sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan oleh
instansi yang berwenang.
Bagian Kedua
Pencegahan Pencemaran Air
Pasal 17
Pencegahan pencemaran air merupakan upaya untukmenjaga agar kualitas air pada
sumber air tetap dapat dipertahankansesuai baku mutu air yang ditetapkan dan atau upaya
peningkatan mutu air pada sumber air.
Bagian Ketiga
Penanggulangan Pencemaran Air
Pasal 18
Penanggulangan pencemaran air dilakukan dalam upaya mencegah meluasnya
pencemaran pada sumber air melalui pengendalian debit air pada sumber air dan
melokalisasi sumber pencemaran pada sumber air.
Bagian Keempat
Pemulihan Kualitas Air
Pasal 19
(1)
Pemulihan kualitas air merupakan upaya mengembalikan atau meningkatkan mutu
air sesuai mutu air sebelum terjadinya pencemaran pada sumber air.
(2)
Kegiatan pemulihan kualitas air sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan
melalui :
a.
pengendalian debit pada sumber air;
b. penggelontoran;
c. pembersihan sumber air dan lingkungan sekitarnya.
Bagian Kelima
Daya Tampung Beban Pencemaran Air
Pasal 20
(1)
Gubernur sesuai kewenangannya menetapkan daya tampung pencemaran pada
sumber air.
(2)
Penetapan daya tampung dilakukan secara bertahap sesuai kemampuan dana,
sumber daya manusia, ilmu pengetahuan serta teknologi.
(3)
Daya tampung sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditinjau secara berkala
sekurang-kurangnya 5 (lima) tahun sekali.
(4)
Dalam hal daya tampung sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang belum
ditetapkan sesuai ketentuan pada ayat (3), penentuan persyaratan pembuangan air
limbah ke sumber air ditetapkan berdasarkan baku mutu air yang telah ditetapkan
pada sumber air yang bersangkutan.
Bagian Keenam
Baku Mutu Air Limbah
Pasal 21
(1)
Dalam rangka pengamanan pembuangan limbah cair ke sumber-sumber air agar
tidak menimbulkan pencemaran diadakan penetapan baku mutu air limbah.
(2)
Baku mutu air limbah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan oleh
Gubernur sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Pasal 22
(1)
Masuknya suatu unsur pencemaran ke dalam sumber-sumber air yang tidak jelas
tempat masuknya dan atau secara teknis tidak dapat ditetapkan baku mutu air
limbah, dikendalikan pada faktor penyebabnya.
(2)
Perhitungan beban pencemaran masing-masing kegiatan ditentukan dengan
mengukur kadar parameter pencemar dan volume air limbah yang bersangkutan.
Bagian Ketujuh
Baku Mutu Air Sasaran
Pasal 23
(1)
Dalam rangka peningkatan mutu air pada sumber air perlu ditetapkan baku mutu air
sasaran.
(2)
Baku mutu air sasaran sebagaimana dimaksud ayat (1) bertujuan agar mutu air pada
sumber air mencapai tingkat sesuai dengan peruntukannya.
(3)
Peningkatan mutu air sasaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat terus
ditingkatkan secara terhadap sampai mencapai kualitas baku mutu yang baik.
BAB VII
PERSYARATAN PERIZINAN
Pasal 24
(1)
Setiap kegiatan usaha yang melakukan pembuangan air limbah ke sumber-sumber
air yang melintasi Kabupaten / Kota dan berpotensi menimbulkan dampak pada
sumber air harus mendapat izin dari Bupati / Walikota setelah berkoordinasi dengan
Gubernur.
(2)
Syarat-syarat perizinan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) meliputi :
a.
peta lokasi pembuangan air limbah skala 1 : 5.000;
b. membuat bangunan saluran pembuangan air limbah melalui IPAL, sarana bak
kontrol untuk memudahkan;
c.
konstruksi bangunan dan saluran pembuangan air limbah wajib mengikuti
petunjuk teknis yang diberikan oleh Instansi Teknis;
d. mengolah limbah
cair sampai kepada batas syarat baku mutu yang telah
ditentukan, sebelum dibuang ke sumber-sumber air;
e.
memberikan izin kepada pengawas untuk memasuki lingkungan usaha atau
kegiatan dalam melaksanakan tugasnya guna memeriksa peralatan pengolah
limbah beserta kelengkapannya;
f.
wajib menyampaikan laporan kepada Gubernur melalui Kepala Bapedalda
tentang mutu limbah cair setiap 1 (satu) bulan sekali dari hasil laboratorium
lingkungan yang ditunjuk;
g. menanggung biaya pengambilan
contoh dan pemeriksaan kualitas mutu air
limbah yang dilakukan oleh pengawas secara berkala serta biaya
penanggulangan dan pemulihan yang disebabkan oleh pencemaran air akibat
usaha / kegiatannya;
h. persyaratan khusus yang ditetapkan untuk masing-masing usaha kegiatan yang
membuang air limbah ke sumber-sumber air atau media lingkungan lainnya.
(3)
Bupati / Walikota dapat menetapkan persyaratan lain yang sesuai dengan
kewenangannya.
BAB VIII
PEMBINAAN, PENGAWASAN, DAN PEMANTAUAN
Bagian Pertama Pembinaan
Pasal 25
(1)
Pemerintah Provinsi melakukan pembinaan untuk meningkatkan ketaatan kepada
penanggungjawab usaha atau kegiatan dalam pengelolaan kualitas air dan
pengendalian pencemaran air.
(2)
Pemerintah Provinsi melakukan upaya pengelolaan dan atau pembinaan
pengelolaan air limbah rumah tangga.
(3)
Upaya pengelolaan air limbah rumah tangga sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
dapat dilakukan dengan membangun sarana dan prasarana pengelolaan limbah
rumah tangga terpadu.
(4)
Pembangunan sarana dan prasarana sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dapat
dilakukan melalui kerjasama dengan pihak ketiga sesuai peraturan perundangundangan
yang berlaku.
Bagian Kedua
Pengawasan dan Pemantauan
Pasal 26
(1)
Gubernur melakukan pengawasan dan pemantauan mutu air pada sumber air dan
sumber pencemaran.
(2)
Dalam melakukan pengawasan dan pemantauan sebagaimana dimaksud pada ayat
(1), Gubernur dapat menunjuk instansi yang tugas dan fungsinya membidangi
masalah lingkungan hidup atau pengendalian dampak lingkungan.
(3)
Instansi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dalam melaksanakan tugas
pengawasan dan pemantauan melibatkan Pemerintah Kabupaten / Kota, dan instansi
terkait lainnya.
Pasal 27
Pelaksanaan tugas pengawasan dan pemantauan pada sumber air sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 26 ayat (1), dilakukan oleh instansi terkait meliputi :
a.
pemantauan dan evaluasi perubahan mutu air;
b.
pengumpulan dan evaluasi data yang berhubungan dengan pencemaran air;
c.
evaluasi laporan tentang pembuangan air limbah dan analisisnya yang dilakukan oleh
penanggungjawab kegiatan;
d.
melaporkan hasil pengawasan dan pemantauan.
Pasal 28
Pelaksana tugas pengawasan dan pemantauan kualitas air limbah pada sumber
pencemaran, dilakukan oleh instansi terkait sesuai kewenangannya meliputi :
a.
memeriksa kondisi peralatan pengolahan dan atau peralatan lain yang diperlukan
untuk mencegah pencemaran lingkungan ;
b.
mengambil contoh air limbah pada sumber pencemaran ;
c.
meminta keterangan yang diperlukan untuk mengetahui kualitas dan kuantitas air
limbah yang dibuang termasuk proses pengolahannya ;
d.
melaporkan hasil pengawasan dan pemantauan.
BAB IX
PERAN SERTA MASYARAKAT
Pasal 29
(1)
Setiap orang mempunyai peran yang sama untuk mendapatkan air dengan tetap
memperhatikan asas-asas kemanfaatan umum, keseimbangan, dan kelestarian.
(2)
Setiap orang berkewajiban memelihara kelestarian fungsi air dan mencegah serta
menanggulangi pencemaran air.
(3)
Setiap orang mempunyai kesempatan yang sama untuk berperan serta dalam upaya
peningkatan mutu air pada sumber-sumber air dengan penyampaian informasi dan
memberikan saran dan atau pendapat.
BAB X
SANKSI ADMINISTRASI
Pasal 30
Setiap penanggung jawab usaha dan atau kegiatan yang melanggar ketentuan dalam Pasal
20 dan Pasal 21, Gubernur berwenang menjatuhkan sanksi administrasi.
BAB XI
PEMBIAYAAN
Pasal 31
(1)
Pembiayaan pengendalian pencemaran air dan sumber-sumber air akibat usaha dan
atau kegiatan dibebankan kepada penanggung jawab usaha dan atau kegiatan.
(2)
Pelaksanaan lebih lanjut dari ketentuan-ketentuan dimaksud pada ayat (1) diatur
oleh Gubernur sesuai dengan kewenangannya dan peraturan perundang-undangan
yang berlaku.
(3)
Dalam keadaan force majeure, Pemerintah Daerah dapat menyediakan pembiayaan
untuk penanggulangannya sesuai dengan kemampuan Keuangan Daerah.
BAB XII
KETENTUAN PIDANA
Pasal 32
Barang siapa melakukan kegiatan dan atau tindakan yang mengakibatkan pencemaran
dan atau kerusakan lingkungan hidup, dikenakan ketentuan pidana sesuai dengan
Peraturan Perundang-Undangan yang berlaku.
BAB XIV
KETENTUAN LAIN-LAIN
Pasal 33
Pemerintah Provinsi dapat menetapkan Peraturan Daerah Provinsi untuk mengatur :
a.
sumber air yang berada dalam dua atau lebih wilayah Kabupaten / Kota ;
b.
baku mutu air yang lebih ketat dari kriteria mutu air untuk kelas yang ditetapkan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1);
c.
baku mutu air limbah daerah, dengan ketentuan sama atau lebih ketat dari baku mutu
limbah nasional.
BAB XV
KETENTUAN PEMELIHARAAN
Pasal 34
(1)
Bagi usaha dan atau kegiatan yang menggunakan air limbah untuk aplikasi pada
tanah, maka dalam jangka waktu satu tahun setelah diundangkannya Peraturan
Daerah ini wajib memiliki izin pemanfaatan air limbah pada tanah dari Bupati /
Walikota.
(2)
Bagi usaha dan atau kegiatan yang sudah beroperasi belum memiliki izin
pembuangan air limbah ke air atau sumber air, maka dalam waktu satu tahun sejak
diundangkannya Peraturan Daerah ini wajib memperoleh izin pembuangan air
limbah ke air atau sumber air dari Bupati / Walikota.
BAB XVI
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 35
Hal-hal lain yang belum diatur dalam Peraturan Daerah ini sepanjang mengenai
pelaksanaannya, akan diatur lebih lanjut dengan Peraturan Gubernur.
Pasal 36
Peraturan Daerah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.
Agar setiap orang dapat mengetahuinya memerintahkan pengundangan Peraturan Daerah
ini dengan penempatannya dalam Lembaran Daerah Provinsi Kalimantan Selatan.
Ditetapkan di Banjarmasin
Pada tanggal : 15 Maret 2006
GUBERNUR KALIMANTAN SELATAN,
H . RUDY ARIFFIN
Diundangkan di Banjarmasin
Pada tanggal 15 Maret 2006
Sumber:
http://www.kalselprov.go.id/start-download/perda-tahun-2006/51-perda-no-2-tahun-2006
Sabtu, 06 Maret 2010
Musibah Lingkungan London
Musibah Lingkungan London
Oleh:
ADI WIJAYA H1E109037
JOKO MARTONO H1E109043
MUHAMMAD INDRA MADJID H1E109047
SUCI AMELIA H1E109004
DEPARTEMEN PENDIDIKAN NASIONAL
UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT
FAKULTAS TEKNIK
PROGAM STUDI S-1 TEKNIK LINGKUNGAN
BANJARBARU
2009
Kata Pengantar
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT, akhirnya penulis dapat menyelesaikan makalah yang berjudul Musibah Lingkungan London. Makalah ini disusun berdasar pada materi – materi yang telah ada di internet dan buku.
Tak lupa pula penulis mengucapkan terima kasih kepada dosen yang telah mmbimbing dan memberikan arahan serta teman – teman yang secara langsung maupun tidak langsung telah membantu demi terselesaikannya makalah ini.
Penulis menyadari bahwa tugas yang terstruktur ini belum sempurna Oleh karena itu, dengan rendah hati penulis mengharapka suatu masukan atau kritikan unruk penyempurnaan tugas terstruktur ini. Semoga tugas terstruktur yang sederhana ini bermanfaat bagi pembaca, baik masa sekarang maupun masa yang akan datang.
Banjarmasin, Februari 2010
Penulis
i
Daftar isi
KATA PENGANTAR………………………………… …………………… i
DAFTAR ISI ……………………………………………………………….. ii
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang ………………………………………………. 1
1.2 Tujuan Penulisan ..…………………………………………… 1
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Pengertian Pencemaran Udara ……………………………… 2
2.2 Pencemaran Udara dan Sumbernya …………………………. 3
2.2.1 Pencemar Udara Primer ……………………………….. 3
2.2.2 Pencemar Udara Skunder ……………………………… 7
BAB III METODE PENULISAN
BAB IV PEMBAHASAN
4.1 Studi Kasus… ………………………………………………… 9
4.2 Penyebab Pencemaran Udara ………………………………… 11
4.3 Solusi Penyebab Udara ……………………………………… 13
BAB V PENUTUP
5.1 Kesimpulan …………………………………………………… 16
5.2 Saran …………………………………………………………... 16
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pencemaran adalah perubahan sifat fisika, kimia dan biologi yang tidak dikehendaki pada udara, tanah dan air. Perubahan tersebut dapat menimbulkan bahaya bagi kehidupan makhluk hidup. Pencemaran udara adalah suatu kondisi di mana kualitas udara menjadi rusak dan terkontaminasi oleh zat-zat, baik yang tidak berbahaya maupun yang membahayakan kesehatan tubuh manusia. Pencemaran udara biasanya terjadi di kota-kota besar dan juga daerah padat industri yang menghasilkan gas-gas yang mengandung zat di atas batas kewajaran.
Rusaknya lahan hijau atau pepohonan di suatu daerah juga dapat memperburuk kualitas udara di tempat tersebut. Semakin banyak kendaraan bermotor dan alat-alat industri yang mengeluarkan gas yang mencemarkan lingkungan akan semakin parah pula pencemaran udara yang terjadi.
Beberapa puluh tahun yang lalu, tepatnya tahun 1952, sebuah campuran beracun kabut tebal dan asap batubara hitam berjelaga menewaskan ribuan rakyat London dalam empat hari. Ini adalah salah satu peristiwa dampak dari pencemaran udara karena gas pencemar SO2 dan F.
1.2 Tujuan Penulisan
Tujuan penulisan makalah ini antara lain :
· Mengentifikasi penyebab pencemaran udara London dan sekitarnya.
· Mengetahui pencegahan akibat dari pencemaran udara.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Pengertian Pencemaran Udara
Pencemaran udara berarti hadirnya satu atau beberapa kontaminan di dalam udara atmosfir di luar seperti antara lain oleh debu, busa, gas, kabut, bau–bauan, asap atau uap dalam kuantitas yang banyak, dengan berbagai sifat maupun lama berlangsungnya di udara tersebut, hingga dapat menimbulkan gangguan-gangguan terhadap kehidupan manusia, tumbuhan atau hewan maupun benda, atau tanpa alasan jelas sudah dapat mempengaruhi kelestarian kehidupan organisme maupun benda (Henry C. Perkins, 1974).
Sedangkan berdasarkan Keputusan Menteri Negara Kependudukan dan Lingkungan Hidup No. 02/MENKLH/1988, yang dimaksud dengan pencemaran udara adalah:
Masuk atau dimasukkannya makhluk hidup, zat, energi, dan/atau komponen lain ke dalam udara/dan atau berubah tatanan (komposisi) udara oleh kegiata manusia atau proses alam, sehingga kualitas udara menjadi kuran atau tidak dapat berfungsi lagi sesuai dengan peruntukannya.
Batasan-batasan terhadap pokok-pokok pengertian yang memberikan bobot pada definisi –definisi di atas adalah:
· Bahwa setiap pembebasan bahan atau zat-zat ke dalam udara atmosfer tidak harus selalu dikataan pencemaran udara. Karena bahan-bahan tadi (kontaminan) belum menjurus pada suatu kemampuan untuk secara potensial untuk mengubah stbilitas dan kuantitas kelestarian udara atmosfer.
· Bahwa menimbulkan gangguan trhadap susunan udara atmsfer harus dipenuhi dahulu angka batas. Angka batas tersebut ditentukan oleh factor kuantitas kontaminan, lamanya berlangsung mupun potensinya. Sebab kondisi yang masih berada pada batas-batas kemampuan alamiah, udara atmosfer sebagai suatu system mempunyai kemampuan ekologis untuk beradaptasi dan mengadakan mekanisme pengendalian alamiah (ecological auto mechanism) dengan unsur-unsur yang ada dalam ekosistem.Angka batas inilah yang nantinya akan secara conditioning digunakan sebagai parameter untuk menentukan apakah sudah terjadi pencemaran atau belum. Demikian pula angka-angka batas itu (Nilai Ambang Batas) untuk masing-masing kontaminan bagi setiap negara berlainan, ditentukan atas berbagai kepentingan nasionalnya, yaitu atas dasar pertimbangan aspek-aspek kesehatan, estetika, pertumbuhan industri, dan lain-lain.
· Dalam pengertian pencemaran udara ini, sumber pencemar tidak hanya kita batasi pada sumber-sumber pencemar yang berasal dari aktivitas manusia, tetapi juga oleh sumber-sumber pencemar yang datangnya akibat peristiwa alamiah (gunung meletus, bencana alam, dll)
Udara tidak pernah bersih dan selalu mengandung partikel-partikel asing. Namun jika terlalu banyak partikel asing di atmosfir, maka daur normal akan terganggu.
2.2 Pencemaran Udara dan Sumbernya
Berdasarkan asal dan kelanjutan perkembangannya di udara, pencemaran udara dapat dibedakan menjadi :
· Pencemaran udara primer
· Pencemaran udara skunder.
2.2.1 Pencemar Udara Primer
Pencemar udara primer yaitu semua pencemar di udara yang ada dalam bentuk hampir tidak berubah, sama seperti pada saat dibebaskannya dari sumbernya sebagai hasil dari suatu proses tertentu. Pencemar udara primer, yang mencakup 90% dari jumlah pencemar udara seluruhnya, umumnya berasal dari sumber-sumber yang diakibatkan oleh aktivitas manusia, seperti halnya dari industri dimana dalam industry tersebut terdapat proses pembakaran yang menggunakan bahan bakar minyak/batu bara, proses peleburan/pemurnian logam, dan juga dihasilkan dari sektor transportasi. Dari seluruh pencemaran primer tersebut, sumber pencemar yang utama tersebut adalah berasal dari sector transportasi, yang memberika andil sebesar 60% dari pencemaran udara total.
Pencemar udara primer dapat digolongkan menjadi lima kelompok berikut:
· Karbonmoniksida (CO)
· Nitrogen oksida (NO)
· HIdrokarbon ( HC)
· Sulfur Oksida (SO)
· Partikel
2.2.1.1 Karbon Monoksida
Karbon monoksida (CO) merupakam suatu komponen gas tidak berwarna, tidak berbau, dantidak mempunyai rasa. KOmponen ini mempunyai berat sebesar 96,5% dari berat air dan tidak larut di dalam air. Karbonmonoksida yang terdapat di alam terbentuk dari salah satu proses sebagai berikut:
· Pembakaran tidak sempurna terhadap karbon atau komponen yang menggunakan karbon.
· Reaksi antara karbon dioksida an komponen yang mengandung karbon pada suhu tinggi.
· Pada suhu tinggi, karbon dioksida terurai menjadi karbonmonoksida dan atom O.
Transportasi menghasilkan CO paling banyak dianara sumber-sumber CO lainnya, terutama dari kendaraan bermotor yang menggunakan bahan bakar bensin. Sumber CO yang kedua terbanyak adalah hasil-hasil pertanian, seperti sampah, sisa-sisa kayu di hutan. Proses pembakaran trsebut sengaja dilakukan untuk berbagai tujuan, misalnya untuk mengendalikan hama, termasuk insektisida dan mikroorganisme, mengurangi resiko kebakaran hutan yang tidak dikehendaki, mengurangi volume sampah dan bahan buangan, dan membersihkan serta memperbaiki kualitas tanah. Sumber CO ketiga adalah proses-proses di dalam industri. Dua industri yang menjadi sumber CO terbesae adalah yaitu industry besi dan baja.
2.2.1.2 Nitrogen Oksida
Nitrogen oksida (NOx) adalah kelompok gas yang terdapat di atmosfer, terdiri dari gas Nitrit oksida (NO) dan Nitrit oksida (NO2). Walaupun bentuk Nitrogen oksida lainnya ada, tetapi kedua gas ini yang paling banyak dijumpai sebagai polutan udara. NO merupakan gas yang tidak berwarna dan tidak berbau, sebaliknya NO2 mempunyai warna coklat kemerahan dan berbau tajam.
Kedua bentuk NOx yaitu NO dan NO2, sangat berbahaya terhadap manusia. Hasil penelitian aktivitas moralitas kedua komponen tersebut menunjukkan bahwa NO2 empat kali lebih beracun dibandingkan NO. Selama ini belum pernah ada laporan terjadinya keracunan NO yng mengakibatkan kematian. Pada konsentrasi normal yang dijumpai di atmosfer, NO tidak mengakibatkan iritasi dan tidak berbahaya, tetapi pada konsentrasi udara ambient yang normal NO dapat mengalami oksidasi menjadi NO2 yang lebih beracun. NO2 bersifat racun, terutama terhadap paru-paru Pemberian sebanyak 5 ppm NO2 selama 10 menit terhadap manusia mengakibatkan seikit kesulitan dalam bernapas.
2.3.1.3 Hidrokarbon (HC)
Sesuai dengan namanya, komponen hidrokarbon hanya terdiri dari elemen hydrogen dan karbon. Beribu-ribu kompenen hidrokarbon terdapat di alam, dimana pada suhu kamar terdapat dalam tiga wujud, yaitu padat, cair dan gas. Sifat fisik dari masing-masing bentuk dipengaruhi oleh struktur molekulnya, terutama jumlah hidrokarbon yang mengandung 1-4 atom karbon berbentuk gas pada suhu kamar, sedangkan yang mengandung 5 atau lebih atom karbon berbentuk cair atau padat. Semakin tinggi jumlah atom krbon, semakin cenderung untuk terdapat dalam bentuk padat. Hidrokarbon yag sering menimbulkan masalah dalam pencemaran udara adalah yang berbentuk gas pada duhu normal atmosfer, tau hidrokarbon yang bersivat sangat volatile (mudah berubah menjadi gas) pada suhu tersebut. Kebanyakan komponen tersebut mempunyai struktur yang sederhana yaitu mengandung kurang lebih 12 atom per molekul.
2.2.1.4 Sulfur Oksida (SOx)
Pencemaran oleh Sulfur Oksida terutama disebabkan oleh dua komponen gas yang tidak berwarna, yaitu sulfur dioksida (SO2) dan Sulfur trioksida (SO3). Kedua jenis ini dikenal dengan SOx. Sulfur Dioksida mempunyai karakteristik bau yang tajam dan tidak terbakar di udara, sedangkan Sulfur trioksida merupakan komponen yang tidak aktif. Pembakaran bahan-bahan tidak mengandung sulfur akan menghasilkan kedua bentuk sulfur oksida, tetapi jumlahnya relative tidak dipengaruhi oleh jumlah oksigen yang tersedia. Walaupun udara tersedia dalam jumlah cukup, SO2 selalu terbentuk dalam jumlah besar. Jumlah SO3 yang terbentuk dipengaruhi oleh kondisi reaksi, terutama suhu, dan bervariasi dari 1 smpai 10% dari total SO.
2.2.1.5 Partikel
Polutan udara di samping berwujud gas, ada pula yang berbentuk partikel-partikel kecil padat dan droplet cairan yang terdapat dalam jumlah cukup besar di udara dan berbagai jenis polutan partikel dan bentuknya yang terdapat di udara.
Sifat-sifat partikel yang terpenting adalah dimensinya yang berkisar antara 2.10-4 sampai sekitar 500 mikron. Dalam kisaran dimensi tersebut umur partikel bentuk suspensi di udara antara beberapa detik sampai beberapa bulan. Umur patikel tersebut dipengaruhi oleh kecepatan pengendapan (velositas) yang ditentukan oleh dimensi dan densitas partikel serta aliran (turbulensi) udara.
Partikel dengan diameter 0,1 mikro akan mngendap dengan velolitas 390 cm/detik. Jadi, kenaikan diameter sebesar 104 kali akan mengakibatkan kecepatan pengendapan 6.106 kalinya (Stocker dan Seager)
2.2.2 Pencemaran Udara Skunder
Pencemar udara skunder adalah semua pencemar di udara yang sudah berubah karena reaksi tertentu antara dua atau lebih kontaminan/polutan. Umumnya polutan skunder tersebut merypakan hasil antara polutan primer dengan polutan lain di udara. Reaksi-reaksi yang menimbulkan polutan skunder diantaranya adalah reaksi fotokimia dan reaksi oksida katalis. Pencemaran skunder yang terjadi melalui reaksi fotokimia , misalnya oleh pembentukan ozon yang terjadi antara molekul-molekul hidrokarbon yang ada di udara dengan pembentuka NOx melalui pengaruh sinar ultra violet dari matahari. Sebaliknya pencemar udara skunder katalis diwakili oleh polutan-polutan berbentuk oksida gas yang terjadi di udara karena adanya pertikel-partikel logam di udara yang berfungsi sebagai katalisator.
BAB III
METODE PENULISAN
Metode penulisan yang digunakan adalah kajian pustaka, dimana penulis mengambil materi-materi yang dibahas dari beberapa referensi yang di dapatkan dari buku-buku di perpustakaan maupun dari internet. Pengolahan data dimulai dengan membuat kerangka penyusunan makalah. Data-data yang diperoleh dijadikan konsep dan disusun agar menjadi informasi yang akurat dan mudah dipahami. Hasil yang didapat diharapkan sesuai dengan pokok permasalahan dan tujuan penulisan, serta berdasarkan analisa yang dilakukan. Analisa dilanjutkan dengan menarik suatu simpulan serta memberikan saran agar hasil penulisan makalah mengenai pencemaran udara di London ini dapat berguna bagi semua orang, terutama mahasiswa.
BAB IV
PEMBAHASAN
4.1 Studi Kasus
Habitat kita tampaknya tidak terbatas telah lama telah diperhitungkan atas penyerapan limbah yang semestinya sangat besar. Pencemaran terjadi pada saat senyawaan-senyawaan yang dihasilkan dari kegiatan manusia ditambahkan kelingkungan, menyebabkan perubahan yang buruk terhadap kekhasan fisik, kimia, biologis dan estesis. Tentu saja, semua makhluk hidup bukan manusia juga menghasilkan limbah yang dilepaskan kelingkungan, namun pada umumnya dianggap bagian dari sistem alamiah, apakah mereka memiliki pengaruh buruk atau tidak. Pencemaran biasanya dianggap sebagai hasil dari tindakan manusia. Dengan demikian, proses-proses alamiah dapat terjadi dalam lingkungan alamiah yang sangat mirip dengan proses-proses yang terjadi karena pencemar.
Bahan pencemar yang dihasilkan oleh kegiatan manusia ini konsentrasinya relatif lebih tinggi dibandingkan dengan yang sudah ada di udara, terjadi secara alami, sehingga dapat mengganggu sistem kesetimbangan dinamik di udara dan dengan demikian dapat mengganggu kesejahteraan manusia dan lingkungannya. Gas-gas CO, SO2, H2S, partikulat padat dan partikulat cair yang dapat mencemari udara secara alami ini disebut bahan pencemar udara alami, sedangkan yang dihasilkan karena kegiatan manusia disebut bahan pencemar buatan.
Adanya SO2 dalam atmosfer menyebabkan iritasi saluran pernafasan dan kenaikan pengeluaran lendir. Dengan konsentrasi 500 ppm (part per million) SO2 menyebabkan kematian pada manusia. Pada tahun 1930 di lembah sungai Nerse (Belgia) dengan tingkat SO2 di udara sekitar 38 ppm menyebabkan tosisitas akut. Pada tahun 1952 di London selama 5 hari terjadi perubahan temperatur dan pembentukan kabut yang menyebabkan kematian 3.500-4.000 penduduk. Peristiwa ini disebut dengan London smog.
Secara alamiah pencemaran udara oleh sulfur dioksida berasal dar gunung berapi, pembusukan bahan organik oleh mikroba, dan reduksi sulfat secara biologis. Proses pembusukan akan menghsilkan H2S yang akan cepat berubah menjadi SO2. Sumber SO2 buatan adalah dari pembakaran BBM, gas dan terutama dari batu bara yang mangandung sulfur tinggi gas SO3 bersifrat sangat reaktif, mudahbereaksi dengan uap air di udara menghsilkan asam sulfat (H2SO4) sehingga mengsasilkan hujan asam. Dampak dari hujan asam adalah menimbulakan korosi terhadap logam-logam dan merusak bangunan, karena kapur akan bereaksi dengan asam sulfur.
Tepat lima puluh tahun yang lalu bulan ini, sebuah campuran beracun kabut tebal dan asap batubara hitam berjelaga menewaskan ribuan London dalam empat hari. Tetap episode lingkungan paling mematikan dalam sejarah.
Kabut dingin bercampur dengan polusi udara meliputi kota London dan menewaskan 12.000 orang. Kabut tebal mulai membayangi London pada 4 Desember 1952. Pada Kamis sore itu udara dingin datang tiba-tiba dari arah barat. Masalah diperburuk dengan suhu rendah yang mengharuskan warga membakar batu bara ekstra di tungku. Asap, jelaga, dan sulfur dioksida dari area industri bersama dengan hasil pemakaian energi lainnya menyebabkan kabut tebal. Kabut menjadi begitu padat dan tebal pada 7 Desember. Kabut menyebabkan beberapa kecelakaan transportasi dan gangguan pernapasan baik pada manusia maupun hewan. Ribuan orang meninggal saat masih tidur. Beberapa memperkirakan 4.000 nyawa, sebagian lain menganggap 8.000. Kabut menipis pada 9 Desember. Setelah peristiwa itu pemerintah Inggris meminta pengurangan pemakaian batu bara. Sepuluh tahun kemudian kabut serupa menewaskan sekitar 100 warga London. (anonim, 2009)
4.2 Penyebab Pencemaran udara
Terjadinya pengurangan maupun penambahan salah satu komponen kimia yang terkandung dalam udara (perubahan dari komposisi tersebut di atas) yang secara langsung atau tidak mempengaruhi kesehatan, keamanan dan kenyamanan manusia.
Faktor-faktor penyebab pencemaran udara :
1. Kecepatan kendaraan.
Arus lalu lintas kendaraan bermotor dengan kecepatan rata-rata rendah akan menyebabkan pengingkatan konsentrasi terutama partikel karbon dioksida (CO) dan Hidrokarbon (HC) yang lebih berbahaya mengganggu kesehatan daripada dengan kecepatan tinggi, dimana juga akan memproduksi lebih banyak emisi gas buang yang mengandung Nitrogen Oksida (NOx)
2. Usia kendaraan yang lama
Mesin kurang berfungsi/sempurna akibat pemeliharaan dan suku cadang kendaraan yang terbatas/tidak diproduksi lagi
3. Kondisi lalu lintas
Volume lalu lintas yang cenderung tinggi memberikan andil terbesar pencemaran udara
4. Kondisi atmosfir
Perubahan iklim atmosfir seperti menimbulkan panas global, efek rumah kaca, dll
Peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan pencemaran udara adalah :
1. UU No.14 tahun 1992 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan
Pasal 50: setiap pemilik atau pengusaha maupun pengemudi kendaraan bermotor wajib mencegah terjadinya pencemaran udara atau kebisingan dari pengoperasian kendaraan
2. PP No.41 tahun 1993 tentang Angkutan Jalan
Kendaraan yang mengangkut bahan-bahan tersebut harus memenuhi syarat keselamatan dan diberi tanda sesuai dengan sifat barang berbahaya yang diangkut (bahan mudah meledak; gas maupun gas cair; gas terlarut pada tekanan tertentu; cairan yang mudah menyala; Nesilator, peroksida organik, racun dan bahan yang mudah mencair, radio aktif, korosif dan berbahaya)
3. PP No.43 tahun 1993 tentang Prasarana dan Lalu Lintas Jalan.
Dalam menentapkan jaringan trayek angkutan orang dan jaringan lintas barang, harus diperhatikan pola mengenai kelestarian lingkungan
4. Keputusan Memteri Perhubungan no.63 tahun1993 tentang Persyaratan Ambang Batas Laik Jalan Kendaraan Bermotor.
Perlu persyaratan minimum kondisi kendaraan untuk mencegah terjadinya pencemaran lingkungan dan kebisingan
5. SK Menteri Negara Lingkungan Hidup RI No.Kep12/MENLH/3/1994, tanggal 19 Maret 1994 tentang Pedoman Umum Upaya Pengelolaan Lingkungan dan Upaya Pemantauan Lingkungan
6. SK Gubernur KDKI Jakarta No.587 tahun 1980 tentang Penetapan Kriteria Ambrevit Kualitas Udara dan Kriteria Ambrevit Kebisingan dalam Wilayah DKI Jakarta.
Menertibkan buangan-buangan industri dan membatasi terjadinya pencemaran
7. SK Gubernur KDKI Jakarta No.1351 tahun 1996
8. UU No.23 tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup
4.3 Solusi Pencemaran Udara
Terjadinya pencemaran udara, tentu harus segera ditanggulangi dengan melakukan pencegahan sedini mungkin agar tidak terjadi kesakitan pada manusia. Dalam melakukan pencegahan secara tepat tergantung pada sifat dan sumber polutan udara. Pada dasarnya caranya dibedakan menjadi mengurangi polutan dengan alat-alat, mengubah polutan, melarutkan polutan, dan mendispersikan polutan.
Ada lima dasar dalam mencegah atau memperbaiki pencemaran udara berbentuk gas (dr.drh. Mangku Sitepoe 1997)
1. Absorbsi. Melakukan solven yang baik untuk memisahkan polutan gas dengan konsentrasi yang cukup tinggi. Biasanya absorbennya air, tetapi kadang-kadang dapat juga tidak menggunakan air (dry absorben).
2. Adsorbsi. Mempergunakan kekuatan tarik-menarik antara molekul polutan dan zat adsorben. Dalam proses adsorbsi dipergunakan bahan padat yang dapat menyerap polutan. Berbagai tipe adsorben antara lain Karbon Aktif dan Silikat.
3. Kondensasi. Dengan kondensasi dimaksudkan agar polutan gas diarahkan mencapai titik kondensasi, terutama dikerjakan pada polutan gas yang bertitik kondensasi tinggi dan penguapan yang rendah (Hidrokarbon dan gas organik lain).
4. Pembakaran. Mempergunakan proses oksidasi panas untuk menghancurkan gas Hidrokarbon yang terdapat di dalam polutan. Hasil pembakaran berupa Karbon Dioksida dan air. Adapun proses pemisahannya secara fisik dikerjakan bersama-sama dengan proses pembakaran secara kimia.
5. Reaksi kimia. Banyak dipergunakan pada emisi golongan Nitrogen dan Belerang. Membersihkan gas golongan Nitrogen, caranya dengan diinjeksikan Amoniak yang akan bereaksi kimia dengan NOx dan membentuk bahan padat yang mengendap. Untuk menjernihkan golongan Belerang dipergunakan copper oksid atau kapur dicampur arang.
Sementara itu, pencegahan pencemaran udara berbentuk partikel dapat dilakukan melalui enam konsep.
1. “Membersihkan” (Scrubbing). Mempergunakan cairan untuk memisahkan polutan. Alat scrubbing ada berbagai jenis, yaitu berbentuk plat, masif, fibrous, dan spray.
2. Menggunakan filter. Dimaksudkan untuk menangkap polutan partikel pada permukaan filter. Filter yang dipergunakan berukuran sekecil mungkin. Filter bersifat semipermeable yang dapat dibersihkan, kadang-kadang dikombinasikan dengan pembersihan gas dan filter polutan partikel.
3. Mempergunakan presipitasi elektrostatik. Cara ini berbeda dengan cara mekanis lainnya, sebab langsung ke butir-butir partikel. Polutan dialirkan di antara pelat yang diberi aliran listrik sehingga presipitator yang akan mempresipitasikan polutan partikel dan ditampung di dalam kolektor. Pada bagian lain akan keluar udara yang telah dibersihkan.
4. Mempergunakan kolektor mekanis. Dengan menggunakan tenaga gravitasi dan tenaga kinetis atau kombinasi keduanya untuk mengendapkan partikel. Sebagai kolektor dipergunakan gaya sentripetal yang memakai siklon.
5. Program langit biru. Yaitu program untuk mengurangi pencemaran udara, baik pencemaran udara yang bergerak maupun stasioner. Dalam hal ini, ada tiga tindakan yang dilakukan terhadap pencemaran udara akibat transportasi (baca: kendaraan bermotor), yaitu: Pertama, mengganti bahan bakar kendaraan. Bahan bakar disel dan premium pembakarannya kurang sempurna sehingga terjadi polutan yang berbahaya. Dalam program lagit biru, hal ini dikaitkan dengan penggantian bahan bakar ke arah bahan bakar gas yang memberikan hasil pembakaran lebih baik. Kedua, mengubah mesin kendaraan. Mesin dengan bahan bakar disel diganti dengan mesin bahan bakar gas. Ketiga, memasang alat-alat pembersihan polutan pada kendaraan bermotor.
6. Menggalakan penanaman pohon. Mempertahankan paru-paru kota dengan memperluas pertamanan dan penanaman berbagai jenis pohon sebagai penangkal pencemaran. Sebab tumbuhan akan menyerap hasil pencemaran udara (CO2) dan melepaskan oksigen sehingga mengisap polutan dan mengurangi polutan dengan kehadiran oksigen.
Bentuk pencegahan yang lain adalah membiasakan diri untuk mengkonsumsi makanan mengandung serat tinggi. Serat makanan dapat menetralkan zat pencemar udara dan mengurangi penyerapan logam berat melalui sistem pencernaan kita. Dan yang paling penting pemerintah hendaknya komitmen terhadap mengganti bensin bertimbal dengan bensin tanpa Timbal.***
BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Pencemaran udara adalah suatu kondisi di mana kualitas udara menjadi rusak dan terkontaminasi oleh zat-zat, baik yang tidak berbahaya maupun yang membahayakan kesehatan tubuh manusia. Pencemaran udara biasanya terjadi di kota-kota besar dan juga daerah padat industri yang menghasilkan gas-gas yang mengandung zat di atas batas kewajaran. Sumber pencemaran udara berasal dari kegiatan alami dan aktivitas manusia. Contoh aktivitas manusia adalah kendaraan bermotor, kegiatan rumah tangga, dan industri.
Gas-gas pencemar udara utama yaitu, CO2 (Karbon dioksida), CO (Karbonmonoksida), NO (Nitrogen monoksida), NO2 (Nitrogen oksida), SO (Sulfur monoksida), SO2 (Sulfur dioksida). Udara yang telah tercemar menyebabkan manusia mengalami gangguan pada sistem pernapasaannya.
Pada tahun 1952 kabut membunuh rakyat London. Ini terjadi karena udara dingin yang datang tiba-tiba. Masalah diperburuk dengan suhu rendah yang mengharuskan warga membakar batu bara ekstra di tungku. Asap, jelaga, dan sulfur dioksida dari area industri bersama dengan hasil pemakaian energi lainnya menyebabkan kabut tebal. Kabut menyebabkan beberapa kecelakaan transportasi dan gangguan pernapasan, baik pada manusia maupun hewan.
5.2 Saran
Semakin banyak kendaraan bermotor dan alat-alat industri yang mengeluarkan gas yang mencemarkan lingkungan akan semakin parah pula pencemaran udara yang terjadi. Untuk itu diperlukan peran serta pemerintah, pengusaha dan masyarakat untuk dapat menyelesaikan permasalahan pencemaran udara yang terjadi.
DAFTAR PUSTAKA
Kristanto, Ir. Philip. 2002, Ekologi Industri, Yogyakarta: Andi Yogyakarta.
http://perpumda.jakarta.go.id/simkota/PENCEMARAN%20UDARA.htm (Diakses pada tanggal 19 Februari 2010)
http://www.kpbb.org/makalah_ind/PenanggulanganPencemaranUdara.pdf (Diakses pada tanggal 19 Februari 2010)
http://pollutionnews.blogspot.com/2008/09/upaya-penanggulangan-pencemaran-udara.html (Diakses pada tanggal 19 Februari 2010)
LAMPIRAN
PENCEMARAN UDARA
NURHASMAWATY POHAN
Progran Studi Teknik Kimia
Fakultas Teknik
Universitas Sumatera Utara
Habitat kita tampaknya tidak terbatas telah lama telah diperhitungkan atas penyerapan limbah yang semestinya sangat besar. Pencemaran terjadi pada saat senyawaan-senyawaan yang dihasilkan dari kegiatan manusia ditambahkan kelingkungan, menyebabkan perubahan yang buruk terhadap kekhasan fisik, kimia, biologis dan estesis. Tentu saja, semua makhluk hidup bukan manusia juga menghasilkan limbah yang dilepaskan kelingkungan, namun pada umumnya dianggap bagian dari sistem alamiah, apakah mereka memiliki pengaruh buruk atau tidak. Pencemaran biasanya dianggap sebagai hasil dari tindakan manusia. Dengan demikian, proses-proses alamiah dapat terjadi dalam lingkungan alamiah yang sangat mirip dengan proses-proses yang terjadi karena pencemar.
Penting dicatat bahwa keberadaan pencemaran memerlukan suatu penilaian subjektif, apakah pengaruh buruk terjadi atau tidak. Kenyataannya, terdapat pertentangan pendapat dalam hal ini. Sebagai contoh, pada saat hara makanan tumbuhan dilepaskan perairan, menyebabkan pertambahan jumlah tumbuhan yang ada dan sering kali penggabugannya memperbanyak jumlah ikan. Jadi, nelayan akan menganggap tindakan ini menguntungkan dan dengan demikkian bukanlah pencemaran. Sebaliknya, pihak pengelola pasokan air minum mungkin menemukan bahwa kandungan ganggang dalam air akan bertambah dan pengukuran penanggulangannya diperlukan untuk mendapatkan kualitas air minum yang memadai. Jadi pihak pengelola akan menganggap bahwa pencemaran telah terjadi. Karena penilaian subjektif dilakukan oleh manusia, "faktor manusia”, merupakan haI yang kritis dalam pengelolaan pencemaran.
Linkungan atmosfer tediri dari campuran gas yang meliputi kira-kira 10-16 km dari permukaan bumi. Tetdiri dari oksigen (21%), nitrogen (7k%), karbon dioksida (sekitar 0,03%), argon (kurang dari 1%) dan gas runutan lainya serta uap air yang jumlahnya beragam. Komposisi ini telah terbentuk secara perlahan-lahan sejak awal kehidupan bumi, sebelum jumlah karbon dioksida jauh melebihi kandungan oksigen. Sejalan dengan evolusi tanaman hijau, karbon dioksida diubah melalui fotosintesis menjadi oksigen atmmosfer dan karbon disimpan dilapisan sedimen.
Suatu campuran heterogen dari zat yang bahaya, seperti debu, garam, dan berbagai gas, memasukin atmosfer dari sumber alamnya dan antropogenik. Tambahan antropogenik yang penting dihasilkan dari penggunaan bahan bakar dari fosil, khususnya dalam mesin pembakaran internal, pembangkit tenaga listrik, dan peleburan bijih-bijih mineral.
DAFTAR PUSTAKA
Butler, G.C.. (1978). Prinsiple ofEcotoxicologi, SCOPE 12, John Wiley and Sons, New York.